- Dīgha Nikāya
- Aggañña Sutta
27. Tentang Pengetahuan tentang Asal-usul
Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di istana ibunyaMigāradi Taman Timur. Dan pada saat itu Vāseṭṭha dan Bhāradvājasedang menetap bersama para bhikkhu, berharap dapat menjadi bhikkhu. Dan di sore harinya, Sang Bhagavā keluardari keterasingan meditasiNya dan keluar dari istana, dan mulai berjalan mondar-mandir di bawah bayang-bayang istana itu.
Vāseṭṭha melihat hal itu, dan ia berkata kepada Bhāradvāja: “Sahabat Bhāradvāja, Sang Bhagavā sedang keluar dan berjalan mondar-mandir. Mari kita mendekatiNya. Kita mungkin beruntung dapat mendengarkan khotbah Dhamma dari Sang Bhagavā langsung.’ ‘Ya, benar sekali’, jawab Bhāradvāja, maka mereka mendatangi Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, dan berjalan beriringandengan Beliau.
Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada Vāseṭṭha: ‘Vāseṭṭha, kalian berdua adalah keturunan Brahmana, dan kalian telah meninggalkan kehidupan rumah tangga dari keluarga Brahmana untuk menjalani kehidupan tanpa rumah. Tidakkah para Brahmana mencela dan mengecam kalian?’ ‘Benar, Bhagavā, para Brahmana mencela dan mengecam kami. Mereka tidak menahan diri dengan banjir celaan biasa mereka.’ ‘Vāseṭṭha, celaan apakah yang mereka lontarkan kepada kalian?’ ‘Bhagavā, apa yang dikatakan para Brahmana adalah seperti ini: “Kasta Brahmanaadalah kasta tertinggi, kasta lainnya adalah rendah; kasta Brahmana cerah, kasta lainnya gelap; Brahmana murni, bukan-Brahmana tidak murni, Brahmana adalah anak-anak Brahmā yang sejati, lahir dari mulut Brahmā, dilahirkan dari Brahmā, diciptakan oleh Brahmā, keturunan Brahmā. Dan kalian, kalian telah meninggalkan kelompok tertinggi dan mendatangi kelompok rendah para petapa hina, para pelayan, orang-orang gelap yang lahir dari kaki Brahmā!Tidaklah benar, tidaklah layak bagi kalian bergaul dengan orang-orang seperti itu!” Demikianlah para Brahmana menghina kami, Bhagavā.’
‘Kalau begitu, Vāseṭṭha, para Brahmana telah melupakan tradisi kuno mereka ketika mereka mengatakan hal itu. Karena kita melihat bahwa para Brahmana perempuan, istri-istri Brahmana, yang mengalami menstruasi dan hamil, melahirkan bayi dan menyusui. Dan para Brahmana yang terlahir dari rahim ini mengatakan tentang terlahir dari mulut Brahmā … para Brahmana ini secara keliru mewakili Brahmā, mengucapkan kebohongan dan menimbun keburukan.
‘Ada, Vāseṭṭha, empat kasta ini: Khattiya, Brahmana, pedagang dan pekerja. Dan kadang-kadang seorang Khattiya membunuh, mengambil apa yang tidak diberikan, melakukan pelanggaran seksual, mengucapkan kebohongan, memfitnah, berkata-kata kasar, atau terlibat percakapan yang tidak berguna, serakah, jahat, atau berpandangan salah. Dengan demikian hal-hal tersebut adalah tidak bermoral dan dianggap demikian, tercela dan dianggap demikian, harus dihindari dan dianggap demikian, jalan yang tidak layak bagi seorang Ariya dan dianggap demikian, gelap dengan akibat gelapdan dicela oleh para bijaksana, kadang-kadang ini ditemukan di antara para Khattiya, dan hal yang sama terjadi pada para Brahmana, para pedagang dan para pekerja.
‘Kadang-kadang, juga, seorang Khattiya menghindari pembunuhan, … tidak serakah, tidak jahat dan tidak berpandangan salah. Dengan demikian hal-hal tersebut adalah bermoral dan dianggap demikian, tidak tercela dan dianggap demikian, harus diikuti dan dianggap demikian, jalan layak bagi seorang Ariya dan dianggap demikian, cerah dengan akibat cerah dan dipuji oleh para bijaksana, kadang-kadang ini ditemukan di antara para Khattiya, dan demikian pula pada para Brahmana, para pedagang dan para pekerja.
‘Sekarang karena kualitas-kualitas cerah dan gelap, yang dicela dan dipuji oleh para bijaksana, keduanya tersebar tanpa membeda-bedakan di seluruh empat kasta, para bijaksana tidak mengakui anggapan bahwa kata Brahmana adalah yang tertinggi. Mengapa demikian? Karena, Vāseṭṭha, siapapun di antara empat kasta yang menjadi seorang bhikkhu, seorang Arahant yang telah menghancurkan kekotoran, yang telah menjalani kehidupansuci, telah melakukan apa yang harus dilakukan, telah menurunkan beban, telah mencapai tujuan tertinggi, telah menghancurkan belenggu penjelmaan, dan menjadi terbebaskan melalui pengetahuan-super—ia dinyatakan tertinggi oleh keluhuran Dhamma dan bukan oleh non-Dhamma.
Dhamma adalah yang terbaik baik bagi manusia
Dalam kehidupan ini maupun kehidupan berikutnya.
‘Ilustrasi ini akan menjelaskan kepadamu bagaimana Dhamma adalah yang terbaik dalam kehidupan ini maupun kehidupan berikutnya. Raja Pasenadi dari Kosala mengetahui: “Petapa Gotama telah meninggalkan suku kerajaan tetangga, suku Sakya.” Sekarang suku Sakya adalah pelayan Raja Kosala. Mereka memberikan pelayanan, dan memberikan penghormatan kepadanya, bangkit dan menyembah dan memberikan layanan selayaknya. Dan, seperti halnya para Sakya memberikan pelayanan kepada Raja …, demikian pula Raja memberikan pelayanan kepada Sang Tathāgata, berpikir: “Jika Petapa Gotama terlahir mulia, maka aku terlahir hina; jika Petapa Gotama kuat, maka aku lemah; jika Petapa Gotama menyenangkan dilihat, maka aku buruk rupa; jika Petapa Gotama berpengaruh besar, maka aku berpengaruh kecil.” Sekarang, karena menghormati Dhamma, mementingkan Dhamma, menghargai Dhamma, menyembahDhamma maka Raja Pasenadi merendahkan diri kepada Sang Tathāgata dan memberikan pelayanan kepada Beliau:
Dhamma adalah yang terbaik baik bagi manusia
Dalam kehidupan ini maupun kehidupan berikutnya.
‘Vāseṭṭha, kalian semua, walaupun berasal dari kelahiran, nama, suku dan keluarga yang berbeda, yang telah meninggalkan kehidupan rumah tangga untuk menjalani kehidupan tanpa rumah, jika kalian ditanya siapakahkalian, maka kalian harus menjawab: “Kami adalah petapa, pengikut Sakya.”Ia yang keyakinannyapadaSang Tathāgata teguh, berakar, kokoh, padat, tidak tergoyahkan oleh petapa dan Brahmana manapun, dewa atau māra atau Brahmā atau siapapun di dunia ini, dapat dengan benar mengatakan: “Aku adalah putra sejati Sang Bhagavā, lahir dari mulutNya, lahir dari Dhamma, diciptakan oleh Dhamma, seorang keturunan Dhamma.” Mengapa demikian? Karena, Vāseṭṭha, ini menunjuk pada Sang Tathāgata: “Tubuh Dhamma”, yaitu, “Tubuh Brahmā”, atau “Menjadi Dhamma”, yaitu “Menjadi Brahmā”.
‘Akan tiba waktunya, Vāseṭṭha, cepat atau lambat setelah rentang waktu yang panjang, ketika dunia ini menyusut. Pada saat penyusutan, makhluk-makhluk sebagian besar terlahir di alam Brahmā Ābhassara. Dan di sana mereka berdiam, dengan ciptaan-pikiran, dengan kegembiraan sebagai makanan, bercahaya, melayang di angkasa, agung—dan mereka hidup demikian selama waktu yang sangat lama. Tetapi cepat atau lambat setelah rentang waktu yang panjang, dunia ini mulai mengembang lagi. Pada saat mengembang ini, makhluk-makhluk dari alam Brahmā Ābhassara, setelah meninggal dunia dari sana, sebagian besar terlahir kembali di alam ini. Di sini mereka berdiam, dengan ciptaan-pikiran, dengan kegembiraan sebagai makanan, bercahaya, melayang di angkasa, agung– dan mereka hidup demikian selama waktu yang sangat lama.
‘Pada masa itu, Vāseṭṭha, hanya ada air, dan diselimuti kegelapan, kegelapan yang membutakan, tidak ada bulan dan tidak ada matahari yang muncul, tidak ada bintang, siang dan malam tidak dapat dibedakan, tidak juga bulan dan dwi-mingguan, tidak juga tahun atau musim, dan tidak ada laki-laki dan perempuan, makhluk-makhluk hanya dikenal sebagai makhluk-makhluk. Dan cepat atau lambat, setelah waktu yang sangat lama, tanah yang lezatmuncul dengan sendirinya di atas permukaan air di mana makhluk-makhluk itu berada. Terlihat seperti lapisan yang terbentuk sendiri di atas susu panas ketika mendingin. Tanah ini memiliki warna, bau dan rasa. Seperti warna ghee atau mentega kualitas terbaik, dan sangat manis bagaikan madu murni.
‘Kemudian beberapa makhluk yang bersifat serakah berkata: “Aku mengatakan, apakah ini?” dan mengecap tanah lezat itu dengan jarinya. Karena melakukan hal itu, ia menjadi menyukai rasa itu, dan ketagihan muncul dalam dirinya. Kemudian makhluk-makhluk lain, mengambil contoh dari makhluk pertama itu, juga mengecap benda itu dengan jari mereka. Mereka juga menyukai rasa itu, dan ketagihan muncul dalam diri mereka. Maka mereka mulai dengan tangan mereka, memecahkan potongan-potongan benda itu untuk dapat memakannya. Dan akibat dari perbuatan ini adalah cahaya tubuh mereka lenyap. Dan sebagai akibat dari lenyapnya cahaya tubuh mereka, bulan dan matahari muncul, malam dan siang dapat dibedakan, bulan dan dwi-mingguan muncul, dan tahun dan musim-musimnya. Sampai sejauh itu dunia berevolusi.
‘Dan makhluk-makhluk itu terus berpesta tanah lezat dalam waktu yang lama, memakan tanah dan mendapatkan nutrisi dari tanah. Dan karena melakukan hal itu, jasmani mereka menjadi lebih kasar, dan perbedaan penampilan mulai terbentuk di antara mereka. Beberapa makhluk terlihat lebih rupawan, sedangkan yang lain terlihat buruk-rupa. Dan yang rupawan merendahkan yang lainnya, berkata: “Kami lebih rupawan daripada mereka.” Dan karena mereka menjadi sombong dan angkuh akan penampilan mereka, tanah yang lezat itu lenyap. Mengetahui hal ini, mereka berkumpul dan meratap: “Oh rasa itu! Oh rasa itu!” Dan masa kini ketika orang mengucapkan: “Oh rasa itu!” ketika mereka mendapatkan sesuatu yang menarik, mereka mengulangi kalimat kuno tanpa menyadarinya.
‘Dan kemudian, ketika tanah yang lezat lenyap, jamurtumbuh, sejenis cendawan. Jamurini memiliki warna, bau dan rasa. Seperti warna ghee atau mentega kualitas terbaik, dan sangat manis bagaikan madu murni. Dan makhluk-makhluk itu mulai memakan jamur itu. Dan hal ini berlangsung selama waktu yang sangat lama. Dan karena mereka terus-menerus memakan jamur, maka tubuh mereka menjadi lebih kasar lagi, dan perbedaan dalam penampilan mereka lebih nyata lagi. Dan mereka yang rupawan merendahkan yang buruk rupa … Dan karena mereka menjadi sombong dan angkuh akan penampilan mereka, jamur manis itu lenyap. Berikutnya, tanaman merambat muncul, menjulur bagaikan bambu …, dan tanaman itu juga sangat manis, bagaikan madu murni.
‘Dan makhluk-makhluk itu mulai memakan tanaman rambat itu. Dan karena mereka terus-menerus memakan tanaman rambat itu, maka tubuh mereka menjadi lebih kasar lagi, dan perbedaan dalam penampilan mereka lebih meningkat lagi … Dan mereka menjadi semakin sombong, dan karena itu tanaman rambat itu lenyap. Mengetahui hal ini, mereka berkumpul dan meratap: “Aduh, tanaman rambat kita lenyap! Apakah yang telah kita hilangkan!” Dan masa kini ketika orang-orang ditanya mengapa mereka bersedih, mereka mengucapkan: “Oh, apakah yang telah kita hilangkan!” mereka mengulangi kalimat kuno tanpa menyadarinya.
‘Dan kemudian, setelah tanaman merambat lenyap, beras muncul di ruang terbuka, bebas dari dedak dan sekam, harum dan berbutiran bersih. Dan apa yang mereka ambil untuk makan malam akan tumbuh lagi dan masak di pagi harinya, dan apa yang mereka ambil untuk sarapan pagi akan masak lagi di malam hari, tidak ada tanda-tanda telah dipanen. Dan makhluk-makhluk ini mulai memakan beras ini, dan hal ini berlangsung selama waktu yang sangat lama. Dan karena mereka melakukan hal itu, maka tubuh mereka menjadi lebih kasar lagi, dan perbedaan dalam penampilan mereka lebih meningkat lagi. Dan yang perempuan menumbuhkan alat kelamin perempuan, dan yang laki-laki menumbuhkan alat kelamin laki-laki. Dan yang perempuan menjadi tertarik dengan laki-laki, dan yang laki-laki tertarik dengan perempuan, nafsu tumbuh, dan tubuh mereka terbakar oleh nafsu. Dan kemudian, karena terbakar oleh nafsu, mereka terlibat dalam aktivitas seksual. Tetapi mereka yang melihat perbuatan itu melemparkan debu, abu atau kotoran sapi kepada mereka, meneriakkan: “Matilah, engkau binatang kotor! Bagaimana mungkin seseorang melakukan hal demikian terhadap orang lain!” seperti di masa kini, ketika seorang menantu perempuan di bawa keluar, beberapa orang melemparkan kotoran padanya, beberapa melemparkan abu, dan beberapa melemparkan kotoran-sapi, tanpa menyadari bahwa mereka mengulangi perilaku kuno. Apa yang dianggap buruk di masa itu sekarang dianggap baik.
‘Dan makhluk-makhluk yang pada masa itu melakukan hubungan seksual tidak diperbolehkan memasuki desa atau kota selama satu atau dua bulan. Oleh sebab itu, mereka yang melakukan perbuatan itu secara berlebihan dalam waktu yang lama mulai membangun rumah agar perbuatan mereka tidak terlihat.
‘Kemudian pikiran ini muncul dalam salah satu dari makhluk itu yang cenderung malas: “Mengapa aku harus bersusah payah mengumpulkan beras di malam hari untuk makan malam dan di pagi hari untuk makan pagi. Mengapa aku tidak mengumpulkan sekaligus untuk dua kali makan?” Dan ia melakukan hal itu. Kemudian makhluk lain mendatanginya dan berkata: “Ayo, mari kita mengumpulkan beras.” “Tidak perlu, temanku, aku telah mengumpulkan cukup untuk dua kali makan.” Kemudian makhluk lain, mengikuti teladannya, mengumpulkan cukup beras untuk dua hari sekaligus, berkata: “Ini cukup.” Kemudian makhluk lain mendatangi makhluk kedua dan berkata: “Ayo, mari kita mengumpulkan beras.” “Tidak perlu, temanku, aku telah mengumpulkan cukup untuk dua hari.” hal yang sama untuk 4, kemudian 8 hari. Akan tetapi, ketika makhluk-makhluk itu membuat lumbung beras dan hidup dari lumbung itu, dedak dan sekam mulai membungkus beras itu, dan ketika dipanen, tidak tumbuh lagi, dan tempat panen mulai terlihat, dan beras tumbuh dalam rumpun-rumpun terpisah.
‘Dan kemudian makhluk-makhluk itu berkumpul dan meratap: “Cara-cara jahat meliputi kita: pada mulanya kita adalah ciptaan-pikiran, makan dari kegembiraan … (semua kejadian diulangi hingga yang terakhir, setiap perubahan dikatakan disebabkan oleh ‘cara jahat dan tidak bermanfaat’) … dan beras tumbuh di rumpun-rumpun terpisah. Mari kita membagi beras ini menjadi lahan-lahan dengan perbatasan.” Dan mereka melakukan hal itu.
‘Kemudian, Vāseṭṭha, satu makhluk yang memiliki sifat serakah, sewaktu melihat lahannya sendiri, mengambil lahan lain yang tidak diberikan kepadanya, dan menikmati buahnya juga. Maka mereka menangkapnya dan berkata: “Engkau telah melakukan kejahatan, mengambil lahan makhluk lain seperti itu! Jangan pernah melakukan hal itu lagi!” “Aku tidak akan melakukan hal itu lagi”, ia berkata, tetapi ia melakukan hal yang sama untuk kedua kali dan ketiga kalinya. Sekali lagi mereka menangkapnya dan memarahinya, dan beberapa memukulnya dengan tinju mereka, beberapa menggunakan batu, dan beberapa menggunakan tongkat. Dan demikianlah, Vāseṭṭha, mengambil apa yang tidak diberikan, dan mencela, dan berbohong, dan hukuman berasal-mula.
‘Dan kemudian makhluk-makhluk itu berkumpul dan meratapi munculnya hal-hal jahat di tengah-tengah mereka: mengambil apa yang tidak diberikan, dan mencela, dan berbohong, dan hukuman. Dan mereka berpikir: “Bagaimana jika kita menunjuk satu makhluk tertentu, yang menunjukkan kemarahan ketika kemarahan diperlukan, mencela mereka yang patut dicela, dan mengusir mereka yang patut diusir! Dan sebagai imbalannya, kita akan menyerahkan sebagian dari beraskita.” Maka mereka mendatangi salah satu di antara mereka yang paling tampan, paling menarik, paling menyenangkan dan memiliki kemampuan, dan memintanya untuk melakukan hal itu untuk mereka dan sebagai imbalannya mereka akan memberikan kepadanya sebagian beras mereka, dan ia menyetujuinya.
‘“Pilihan Penduduk” adalah arti dari Mahā-Sammata, yang merupakan gelar pertamayang diperkenalkan. “Tuan Tanah” adalah arti dari Khattiya, gelar kedua. Dan “Ia Menggembirakan Orang Lain dengan Dhamma” adalah arti dari Rājā, gelar ketiga yang diperkenalkan. Inilah kemudian, Vāseṭṭha, yang menjadi asal-usul dari kasta Khattiya, sesuai dengan gelar masa lampau yang diperkenalkan untuk menyebut mereka. Mereka berasal dari makhluk-makhluk yang sama, seperti kita juga, tidak ada perbedaan, dan sesuai dengan Dhamma, bukan sebaliknya.
Dhamma adalah yang terbaik baik bagi manusia
Dalam kehidupan ini maupun kehidupan berikutnya.
‘Kemudian beberapa makhluk ini berpikir: “Hal-hal jahat telah muncul di tengah-tengah para makhluk, seperti mengambil apa yang tidak diberikan, dan mencela, dan berbohong, hukuman dan pengusiran. Kita harus menyingkirkan hal-hal jahat dan tidak bermanfaat.” Dan mereka melakukan hal itu. “Mereka MenyingkirkanHal-hal Jahat dan Tidak Bermanfaat” adalah arti dari Brahmana, yang merupakan gelar pertama yang diperkenalkan untuk orang-orang demikian. Mereka mendirikan gubuk-gubuk daun di tempat-tempat di dalam hutan dan bermeditasi di dalamnya. Dengan api dipadamkan, dengan penumbuk padi disingkirkan, mengumpulkan dana makanan untuk makan malam dan pagi, mereka pergi ke desa, pemukiman atau ibukota untuk mencari makanan, dan kemudian kembali ke gubuk daun mereka untuk bermeditasi. Orang-orang melihat hal ini dan memperhatikan bagaimana mereka bermeditasi. “Mereka Bermeditasi”adalah arti dari Jhāyaka, yang adalah gelar ke dua yang diperkenalkan.
‘Akan tetapi, beberapa makhluk, tidak mampu bermeditasi di gubuk daun, mereka bertempat tinggal di dekat desa dan pemukiman dan menyusun buku. Orang-orang melihat mereka melihat hal ini dan tidak bermeditasi. “Sekarang Orang-orang Ini Tidak Bermeditasi”adalah arti dari Ajjhāyaka, yang adalah gelar ketiga yang diperkenalkan. Pada masa itu, ini dianggap sebutan yang rendah, tetapi sekarang sebutan ini menjadi lebih tinggi. Inilah kemudian, Vāseṭṭha, yang menjadi asal-usul dari kasta Brahmana, sesuai dengan gelar masa lampau yang diperkenalkan untuk menyebut mereka. Mereka berasal dari makhluk-makhluk yang sama seperti mereka, tidak ada perbedaan, dan sesuai dengan Dhamma, bukan sebaliknya.
Dhamma adalah yang terbaik baik bagi manusia
Dalam kehidupan ini maupun kehidupan berikutnya.
‘Dan kemudian, Vāseṭṭha, beberapa dari makhluk-makhluk itu, setelah berpasangan, melakukan berbagai jenis perdagangan, dan kata “Berbagai”ini adalah arti dari Vessa, yang menjadi gelar biasa bagi orang-orang demikian. Inilah kemudian, yang menjadi asal-usul dari kasta Vessa, sesuai dengan gelar masa lampau yang diperkenalkan untuk menyebut mereka. Mereka berasal dari makhluk-makhluk yang sama …
‘Dan kemudain, Vāseṭṭha, makhluk-makhluk itu yang tetap melakukan perburuan. “Mereka Yang Rendah Yang Hidup Dari Perburuan”, dan ini adalah arti dari Sudda, yang menjadi gelar biasa bagi orang-orang demikian. Inilah kemudian, yang menjadi asal-usul dari kasta Suddasesuai dengan gelar masa lampau yang diperkenalkan untuk menyebut mereka. Mereka berasal dari makhluk-makhluk yang sama …
‘Dan kemudian, Vāseṭṭha, beberapa Khattiya tidak puas dengan Dhamma-nya sendiri, meninggalkan kehidupan rumah tangga untuk menjalani kehidupan tanpa rumah, berpikir: “Aku akan menjadi seorang petapa.” Dan seorang Brahmana melakukan hal yang sama, seorang Vessa juga melakukan hal yang sama, dan juga seorang Sudda. Dari empat kasta ini, muncullah kasta petapa.
Mereka berasal dari makhluk-makhluk yang sama seperti mereka, tidak ada perbedaan, dan sesuai dengan Dhamma, bukan sebaliknya.
Dhamma adalah yang terbaik baik bagi manusia
Dalam kehidupan ini maupun kehidupan berikutnya.
‘Dan, Vāseṭṭha, seorang Khattiya yang menjalani kehidupan yang burukdalam jasmani, ucapan dan pikiran, dan yang memiliki pandangan salah akan, sebagai akibat dari pandangan dan perbuatan salah itu, saat hancurnya jasmani, terlahir kembali di alam sengsara, bertakdir buruk, mengalami kejatuhan, di neraka. Demikian pula dengan seorang Brahmana, Vessa atau Sudda.
‘Sebaliknya, seorang Khattiya yang menjalani kehidupan yang baik dalam jasmani, ucapan dan pikiran, dan yang memiliki pandangan benar akan, sebagai akibat dari pandangan dan perbuatan benar itu, saat hancurnya jasmani, terlahir kembali di alam bahagia, di alam surga. Demikian pula dengan seorang Brahmana, Vessa atau Sudda.
‘Dan seorang Khattiya yang telah melakukan kedua jenis perbuatan itu, dalam jasmani, ucapan dan pikiran, dan yang memiliki pandangan campuran akan, sebagai akibat dari pandangan dan perbuatan campuran itu, saat hancurnya jasmani setelah kematian, mengalami kesenangan dan kesakitan. Demikian pula dengan seorang Brahmana, Vessa atau Sudda.
‘Dan seorang Khattiya yang terkendali dalam jasmani, ucapan dan pikiran, dan yang mengembangkan tujuh prasyaratpencerahan, akan mencapai Parinibbānadalam kehidupan ini juga. Demikian pula dengan seorang Brahmana, Vessa atau Sudda.
‘Dan, Vāseṭṭha, siapapun di antara empat kasta, sebagai seorang bhikkhu, menjadi seorang Arahant yang telah menghancurkan kekotoran, telah melakukan apa yang harus dilakukan, telah menurunkanbeban, telah mencapai tujuan tertinggi, telah menghancurkan belenggu penjelmaan, dan menjadi terbebaskan melalui pandangan terang tertinggi—ia dinyatakan sebagai yang tertinggi di antara mereka sesuai Dhamma dan bukan sebaliknya.
Dhamma adalah yang terbaik baik bagi manusia
Dalam kehidupan ini maupun kehidupan berikutnya.
‘Vāseṭṭha, adalah Brahmā Sanankumāra yang mengucapkan syair ini:
“Khattiya adalah yang terbaik di antara semua kasta;
Ia dengan pengetahuan dan perilaku yang baik adalah yang terbaik di antara para dewa dan manusia.”
Syair ini dinyanyikan dengan benar, tidak salah, diucapkan dengan benar, tidak salah, berhubungan dengan manfaat, bukan tidak berhubungan. Dan Aku juga mengatakan hal ini, Vāseṭṭha:
“Khattiya adalah yang terbaik di antara semua kasta;
Ia dengan pengetahuan dan perilaku yang baik adalah yang terbaik di antara para dewa dan manusia.”
Demikianlah Sang Bhagavā berbicara, dan Vāseṭṭha dan Bhāradvāja senang dan gembira mendengar kata-kata Beliau.
- Long Discourses 27
What Came First
So I have heard. At one time the Buddha was staying near Sāvatthī in the Eastern Monastery, in the stilt longhouse of Migāra’s mother.
Now at that time Vāseṭṭha and Bhāradvāja were living on probation among the mendicants in hopes of being ordained. Then in the late afternoon, the Buddha came downstairs from the longhouse and was walking mindfully in the open air, beneath the shade of the longhouse.
Vāseṭṭha saw him and said to Bhāradvāja, “Reverend Bhāradvāja, the Buddha is walking mindfully in the open air, beneath the shade of the longhouse. Come, reverend, let’s go to the Buddha. Hopefully we’ll get to hear a Dhamma talk from him.”
“Yes, reverend,” replied Bhāradvāja.
So they went to the Buddha, bowed, and walked beside him.
Then the Buddha said to Vāseṭṭha, “Vāseṭṭha, you are both brahmins by birth and clan, and have gone forth from the lay life to homelessness from a brahmin family. I hope you don’t have to suffer abuse and insults from the brahmins.”
“Actually, sir, the brahmins do insult and abuse us with their typical insults to the fullest extent.”
“But how do the brahmins insult you?”
“Sir, the brahmins say: ‘Only brahmins are the first caste; other castes are inferior. Only brahmins are the light caste; other castes are dark. Only brahmins are purified, not others. Only brahmins are Brahmā’s rightful sons, born of his mouth, born of Brahmā, created by Brahmā, heirs of Brahmā. You’ve both abandoned the first caste to join an inferior caste, namely these shavelings, fake ascetics, riffraff, black spawn from the feet of our Kinsman. This is not right, it’s not proper!’ That’s how the brahmins insult us.”
“Actually, Vāseṭṭha, the brahmins are forgetting their tradition when they say this to you. For brahmin women are seen menstruating, being pregnant, giving birth, and breast-feeding. Yet even though they’re born from a brahmin womb they say: ‘Only brahmins are the first caste; other castes are inferior. Only brahmins are the light caste; other castes are dark. Only brahmins are purified, not others. Only brahmins are Brahmā’s rightful sons, born of his mouth, born of Brahmā, created by Brahmā, heirs of Brahmā.’ They misrepresent the brahmins, speak falsely, and make much bad karma.
1. Purification in the Four Castes
Vāseṭṭha, there are these four castes: aristocrats, brahmins, merchants, and workers. Some aristocrats kill living creatures, steal, and commit sexual misconduct. They use speech that’s false, divisive, harsh, and nonsensical. And they’re covetous, malicious, with wrong view. These things are unskillful, blameworthy, not to be cultivated, unworthy of the noble ones—and are reckoned as such. They are dark deeds with dark results, criticized by sensible people. Such things are seen in some aristocrats. And they are also seen among some brahmins, merchants, and workers.
But some aristocrats refrain from killing living creatures, stealing, and committing sexual misconduct. They refrain from speech that’s false, divisive, harsh, and nonsensical. And they’re content, kind-hearted, with right view. These things are skillful, blameless, to be cultivated, worthy of the noble ones—and are reckoned as such. They are bright deeds with bright results, praised by sensible people. Such things are seen in some aristocrats. And they are also seen among some brahmins, merchants, and workers.
Both these things occur like this, mixed up in these four castes—the dark and the bright, that which is praised and that which is criticized by sensible people. Yet of this the brahmins say: ‘Only brahmins are the first caste; other castes are inferior. Only brahmins are the light caste; other castes are dark. Only brahmins are purified, not others. Only brahmins are Brahmā’s rightful sons, born of his mouth, born of Brahmā, created by Brahmā, heirs of Brahmā.’
Sensible people don’t acknowledge this. Why is that? Because any mendicant from these four castes who is perfected—with defilements ended, who has completed the spiritual journey, done what had to be done, laid down the burden, achieved their own true goal, utterly ended the fetters of rebirth, and is rightly freed through enlightenment—is said to be foremost by virtue of principle, not without principle. For principle, Vāseṭṭha, is the first thing for people in both this life and the next.
And here’s a way to understand how this is so.
King Pasenadi of Kosala knows that the ascetic Gotama has gone forth from the neighboring clan of the Sakyans. And the Sakyans are his vassals. The Sakyans show deference to King Pasenadi by bowing down, rising up, greeting him with joined palms, and observing proper etiquette for him. Now, King Pasenadi shows the same kind of deference to the Realized One. But he doesn’t think: ‘The ascetic Gotama is well-born, I am ill-born. He is powerful, I am weak. He is handsome, I am ugly. He is influential, I am insignificant.’ Rather, in showing such deference to the Realized One he is only honoring, respecting, and venerating principle. And here’s another way to understand how principle is the first thing for people in both this life and the next.
Vāseṭṭha, you have different births, names, and clans, and have gone forth from the lay life to homelessness from different families. When they ask you what you are, you claim to be ascetics, followers of the Sakyan. But only when someone has faith in the Realized One—settled, rooted, and planted deep, strong, not to be shifted by any ascetic or brahmin or god or Māra or Brahmā or by anyone in the world—is it appropriate for them to say: ‘I am the Buddha’s true-born child, born from his mouth, born of principle, created by principle, heir to principle.’ Why is that? For these are terms for the Realized One: ‘the embodiment of truth’, and ‘the embodiment of holiness’, and ‘the one who has become the truth’, and ‘the one who has become holy’.
There comes a time when, Vāseṭṭha, after a very long period has passed, this cosmos contracts. As the cosmos contracts, sentient beings are mostly headed for the realm of streaming radiance. There they are mind-made, feeding on rapture, self-luminous, moving through the sky, steadily glorious, and they remain like that for a very long time.
There comes a time when, after a very long period has passed, this cosmos expands. As the cosmos expands, sentient beings mostly pass away from that host of radiant deities and come back to this realm. Here they are mind-made, feeding on rapture, self-luminous, moving through the sky, steadily glorious, and they remain like that for a very long time.
2. Solid Nectar Appears
But the single mass of water at that time was utterly dark. The moon and sun were not found, nor were stars and constellations, day and night, months and fortnights, years and seasons, or male and female. Beings were simply known as ‘beings’. After a very long period had passed, solid nectar curdled in the water. It appeared just like the curd on top of hot milk-rice as it cools. It was beautiful, fragrant, and delicious, like ghee or butter. And it was as sweet as pure manuka honey. Now, one of those beings was reckless. Thinking, ‘Oh my, what might this be?’ they tasted the solid nectar with their finger. They enjoyed it, and craving was born in them. And other beings, following that being’s example, tasted solid nectar with their fingers. They too enjoyed it, and craving was born in them.
3. The Moon and Sun Appear
Then those beings started to eat the solid nectar, breaking it into lumps. But when they did this their luminosity vanished. And with the vanishing of their luminosity the moon and sun appeared, stars and constellations appeared, days and nights were distinguished, and so were months and fortnights, and years and seasons. To this extent the world had evolved once more.
Then those beings eating the solid nectar, with that as their food and nourishment, remained for a very long time. But so long as they ate that solid nectar, their bodies became more solid and they diverged in appearance; some beautiful, some ugly. And the beautiful beings looked down on the ugly ones: ‘We’re more beautiful, they’re the ugly ones!’ And the vanity of the beautiful ones made the solid nectar vanish. They gathered together and bemoaned, ‘Oh, what a taste! Oh, what a taste!’ And even today when people get something tasty they say: ‘Oh, what a taste! Oh, what a taste!’ They’re just remembering an ancient primordial saying, but they don’t understand what it means.
4. Ground-Sprouts
When the solid nectar had vanished, ground-sprouts appeared to those beings. They appeared just like mushrooms. They were beautiful, fragrant, and delicious, like ghee or butter. And they were as sweet as pure manuka honey.
Then those beings started to eat the ground-sprouts. With that as their food and nourishment, they remained for a very long time. But so long as they ate those ground-sprouts, their bodies became more solid and they diverged in appearance; some beautiful, some ugly. And the beautiful beings looked down on the ugly ones: ‘We’re more beautiful, they’re the ugly ones!’ And the vanity of the beautiful ones made the ground-sprouts vanish.
5. Bursting Pods
When the ground-sprouts had vanished, bursting pods appeared, like the fruit of the kadam tree. They were beautiful, fragrant, and delicious, like ghee or butter. And they were as sweet as pure manuka honey.
Then those beings started to eat the bursting pods. With that as their food and nourishment, they remained for a very long time. But so long as they ate those bursting pods, their bodies became more solid and they diverged in appearance; some beautiful, some ugly. And the beautiful beings looked down on the ugly ones: ‘We’re more beautiful, they’re the ugly ones!’ And the vanity of the beautiful ones made the bursting pods vanish.
They gathered together and bemoaned, ‘Oh, what we’ve lost! Oh, what we’ve lost—those bursting pods!’ And even today when people experience suffering they say: ‘Oh, what we’ve lost! Oh, what we’ve lost!’ They’re just remembering an ancient primordial saying, but they don’t understand what it means.
6. Ripe Untilled Rice
When the bursting pods had vanished, ripe untilled rice appeared to those beings. It had no powder or husk, pure and fragrant, with only the rice-grain. What they took for supper in the evening, by the morning had grown back and ripened. And what they took for breakfast in the morning had grown back and ripened by the evening, so the cutting didn’t show. Then those beings eating the ripe untilled rice, with that as their food and nourishment, remained for a very long time.
7. Gender Appears
But so long as they ate that ripe untilled rice, their bodies became more solid and they diverged in appearance. And female characteristics appeared on women, while male characteristics appeared on men. Women spent too much time gazing at men, and men at women. They became lustful, and their bodies burned with fever. Due to this fever they had sex with each other.
Those who saw them having sex pelted them with dirt, ashes, or cow-dung, saying, ‘Get lost, filth! Get lost, filth! How on earth can one being do that to another?’ And even today people in some countries, when a bride is carried off, pelt her with dirt, ashes, or cow-dung. They’re just remembering an ancient primordial saying, but they don’t understand what it means.
8. Sexual Intercourse
What was reckoned as immoral at that time, these days is reckoned as moral. The beings who had sex together weren’t allowed to enter a village or town for one or two months. Ever since they excessively threw themselves into immorality, they started to make buildings to hide their immoral deeds. Then one of those beings of idle disposition thought, ‘Hey now, why should I be bothered to gather rice in the evening for supper, and in the morning for breakfast? Why don’t I gather rice for supper and breakfast all at once?’
So that’s what he did. Then one of the other beings approached that being and said, ‘Come, good being, we shall go to gather rice.’ ‘There’s no need, good being! I gathered rice for supper and breakfast all at once.’ So that being, following their example, gathered rice for two days all at once, thinking: ‘This seems fine.’
Then one of the other beings approached that being and said, ‘Come, good being, we shall go to gather rice.’ ‘There’s no need, good being! I gathered rice for two days all at once.’ So that being, following their example, gathered rice for four days all at once, thinking: ‘This seems fine.’
Then one of the other beings approached that being and said, ‘Come, good being, we shall go to gather rice.’ ‘There’s no need, good being! I gathered rice for four days all at once.’ So that being, following their example, gathered rice for eight days all at once, thinking: ‘This seems fine.’
But when they started to store up rice to eat, the rice grains became wrapped in powder and husk, it didn’t grow back after reaping, the cutting showed, and the rice stood in clumps.
9. Dividing the Fields
Then those beings gathered together and bemoaned, ‘Oh, how wicked things have appeared among beings! For we used to be mind-made, feeding on rapture, self-luminous, moving through the sky, steadily glorious, and we remained like that for a very long time. After a very long period had passed, solid nectar curdled in the water. But due to bad, unskillful things among us, the savory nectar vanished, the ground-sprouts vanished, the bursting pods vanished, and now the rice grains have become wrapped in powder and husk, it doesn’t grow back after reaping, the cutting shows, and the rice stands in clumps. We’d better divide up the rice and set boundaries.’ So that’s what they did.
Now, one of those beings was reckless. While guarding their own share they took another’s share without it being given, and ate it.
They grabbed the one who had done this and said, ‘You have done a bad thing, good being, in that while guarding your own share you took another’s share without it being given, and ate it. Do not do such a thing again.’
‘Yes, sirs,’ replied that being. But for a second time, and a third time they did the same thing, and were told not to continue. And then they struck that being, some with fists, others with stones, and still others with rods. From that day on stealing was found, and blaming and lying and the taking up of rods.
10. The Elected King
Then those beings gathered together and bemoaned, ‘Oh, how wicked things have appeared among beings, in that stealing is found, and blaming and lying and the taking up of rods! Why don’t we elect one being who would rightly accuse those who deserve it, blame those who deserve it, and expel those who deserve it? We shall pay them with a share of rice.’
Then those beings approached the being among them who was most attractive, good-looking, lovely, and illustrious, and said, ‘Come, good being, rightly accuse those who deserve it, blame those who deserve it, and banish those who deserve it. We shall pay you with a share of rice.’ ‘Yes, sirs,’ replied that being. They acted accordingly, and were paid with a share of rice.
‘Elected by the people’, Vāseṭṭha, is the meaning of ‘elected one’, the first term to be specifically invented for them.
‘Lord of the fields’ is the meaning of ‘aristocrat’, the second term to be specifically invented.
‘They please others with principle’ is the meaning of ‘king’, the third term to be specifically invented.
And that, Vāseṭṭha, is how the ancient primordial terms for the circle of aristocrats were created; for those very beings, not others; for those like them, not unlike; legitimately, not illegitimately. For principle, Vāseṭṭha, is the first thing for people in both this life and the next.
11. The Circle of Brahmins
Then some of those same beings thought, ‘Oh, how wicked things have appeared among beings, in that stealing is found, and blaming and lying and the taking up of rods and banishment! Why don’t we set aside bad, unskillful things?’ So that’s what they did.
‘They set aside bad, unskillful things’ is the meaning of ‘brahmin’, the first term to be specifically invented for them.
They built leaf huts in a wilderness region where they meditated pure and bright, without lighting cooking fires or digging the soil. They came down in the morning for breakfast and in the evening for supper to the village, town, or royal capital seeking a meal. When they had obtained food they continued to meditate in the leaf huts.
When people noticed this they said, ‘These beings build leaf huts in a wilderness region where they meditate pure and bright, without lighting cooking fires or digging the soil. They come down in the morning for breakfast and in the evening for supper to the village, town, or royal capital seeking a meal. When they have obtained food they continue to meditate in the leaf huts.’
‘They meditate’ is the meaning of ‘meditator’, the second term to be specifically invented for them.
But some of those beings were unable to keep up with their meditation in the leaf huts in the wilderness. They came down to the neighborhood of a village or town where they dwelt compiling texts.
When people noticed this they said, ‘These beings were unable to keep up with their meditation in the leaf huts in the wilderness. They came down to the neighborhood of a village or town where they dwelt compiling texts. Now they don’t meditate.’
‘Now they don’t meditate’ is the meaning of ‘reciter’, the third term to be specifically invented for them. What was reckoned as lesser at that time, these days is reckoned as primary.
And that, Vāseṭṭha, is how the ancient primordial terms for the circle of brahmins were created; for those very beings, not others; for those like them, not unlike; legitimately, not illegitimately. For principle, Vāseṭṭha, is the first thing for people in both this life and the next.
12. The Circle of Merchants
Some of those same beings, taking up an active sex life, applied themselves to various jobs.
‘Having taken up an active sex life, they apply themselves to various jobs’ is the meaning of ‘merchant’, the term specifically invented for them.
And that, Vāseṭṭha, is how the ancient primordial term for the circle of merchants was created; for those very beings, not others; for those like them, not unlike; legitimately, not illegitimately. For principle, Vāseṭṭha, is the first thing for people in both this life and the next.
13. The Circle of Workers
The remaining beings lived by hunting and menial tasks.
‘They live by hunting and menial tasks’ is the meaning of ‘worker’, the term specifically invented for them.
And that, Vāseṭṭha, is how the ancient primordial term for the circle of workers was created; for those very beings, not others; for those like them, not unlike; legitimately, not illegitimately. For principle, Vāseṭṭha, is the first thing for people in both this life and the next.
There came a time when an aristocrat, brahmin, merchant, or worker, deprecating their own vocation, went forth from the lay life to homelessness, thinking, ‘I will be an ascetic.’
And that, Vāseṭṭha, is how these four circles were created; for those very beings, not others; for those like them, not unlike; legitimately, not illegitimately. For principle, Vāseṭṭha, is the first thing for people in both this life and the next.
14. On Bad Conduct
An aristocrat, brahmin, merchant, worker, or ascetic may do bad things by way of body, speech, and mind. They have wrong view, and they act out of that wrong view. And because of that, when their body breaks up, after death, they’re reborn in a place of loss, a bad place, the underworld, hell.
An aristocrat, brahmin, merchant, worker, or ascetic may do good things by way of body, speech, and mind. They have right view, and they act out of that right view. And because of that, when their body breaks up, after death, they’re reborn in a good place, a heavenly realm.
15. The Qualities That Lead to Awakening
An aristocrat, brahmin, merchant, worker, or ascetic who is restrained in body, speech, and mind, and develops the seven qualities that lead to awakening, becomes extinguished in this very life.
Any mendicant from these four castes who is perfected—with defilements ended, who has completed the spiritual journey, done what had to be done, laid down the burden, achieved their own true goal, utterly ended the fetters of rebirth, and is rightly freed through enlightenment—is said to be the foremost by virtue of principle, not without principle. For principle, Vāseṭṭha, is the first thing for people in both this life and the next.
Brahmā Sanaṅkumāra also spoke this verse:
‘The aristocrat is first among peoplewho take clan as the standard.But one accomplished in knowledge and conductis first among gods and humans.’
That verse was well sung by Brahmā Sanaṅkumāra, not poorly sung; well spoken, not poorly spoken; beneficial, not harmful, and I agree with it. I also say:
The aristocrat is first among peoplewho take clan as the standard.But one accomplished in knowledge and conductis first among gods and humans.”
That is what the Buddha said. Satisfied, Vāseṭṭha and Bhāradvāja were happy with what the Buddha said.