Cūḷasuññata Sutta / emptiness/ Shunyata MN.121

Array

Cūḷasuññata Sutta / emptiness/ Shunyata MN.121

Khotbah Pendek tentang Kekosongan
Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Taman Timur, di Istana Ibunya Migāra.

Kemudian, pada suatu malam, Yang Mulia Ānanda bangkit dari meditasinya, mendatangi Sang Bhagavā, setelah bersujud kepada Beliau, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Sang Bhagavā:

“Yang Mulia, pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di negeri Sakya di mana terdapat sebuah pemukiman Sakya bernama Nagaraka. Di sana, Yang Mulia, aku mendengar dan mempelajari hal ini dari mulut Sang Bhagavā sendiri: ‘Sekarang, Ānanda, Aku sering berdiam dalam kekosongan.’ Apakah aku mendengar dengan benar, Yang Mulia, apakah aku mempelajarinya dengan benar, menyimaknya dengan benar, mengingatnya dengan benar?”

“Tentu saja, Ānanda, engkau mendengar hal itu dengan benar, mempelajarinya dengan benar, menyimaknya dengan benar, mengingatnya dengan benar. Seperti sebelumnya, Ānanda, demikian pula sekarang aku juga sering berdiam dalam kekosongan.

“Ānanda, seperti halnya istana Ibunya Migāra ini kosong dari gajah-gajah, sapi-sapi, kuda-kuda jantan, dan kuda-kuda betina, kosong dari emas dan perak, kosong dari kumpulan laki-laki dan perempuan, dan hanya ada ketidak-kosongan ini, yaitu, ketergantungan tunggal pada Sangha para bhikkhu; demikian pula, seorang bhikkhu—dengan tidak memperhatikan persepsi desa, tidak memperhatikan persepsi orang-orang—memperhatikan ketergantungan tunggal pada persepsi hutan. Pikirannya memasuki persepsi hutan itu dan memperoleh keyakinan, kekokohan, dan kesungguhan. Ia memahami sebagai berikut: ‘Gangguan apapun juga yang bergantung pada persepsi desa, gangguan itu tidak ada di sini; Gangguan apapun juga yang bergantung pada persepsi orang-orang, gangguan itu tidak ada di sini. Hanya ada gangguan ini, yaitu, ketergantungan tunggal pada persepsi hutan.’ Ia memahami: ‘Bidang persepsi ini adalah kosong dari persepsi desa; bidang persepsi ini adalah kosong dari persepsi orang-orang. Hanya ada ketidak-kosongan ini, yaitu, ketergantungan tunggal pada persepsi hutan.’ Demikianlah ia menganggapnya sebagai kosong dari apa yang tidak ada di sana, tetapi sehubungan dengan apa yang ada di sana ia memahami apa yang ada di sana sebagai berikut: ‘Ini ada.’ Demikianlah, Ānanda, ini adalah masuknya ia ke dalam kekosongan, yang asli, tidak menyimpang, dan murni.

“Kemudian, Ānanda, seorang bhikkhu—dengan tidak memperhatikan persepsi orang-orang, tidak memperhatikan persepsi hutan—memperhatikan ketergantungan tunggal pada persepsi tanah. Pikirannya memasuki persepsi tanah itu dan memperoleh keyakinan, kekokohan, dan kesungguhan. Seperti halnya kulit seekor sapi jantan menjadi bebas dari lipatan jika direntangkan dengan seratus pasak; demikian pula, seorang bhikkhu—dengan tidak memperhatikan perbukitan dan cekungan di tanah ini, tidak memperhatikan sungai-sungai dan jurang, bidang bertunggul dan berduri, pegunungan dan tempat-tempat yang tidak datar—memperhatikan ketergantungan tunggal pada persepsi tanah. Pikirannya memasuki persepsi tanah itu dan memperoleh keyakinan, kekokohan, dan kesungguhan. Ia memahami: ‘Gangguan apapun juga yang bergantung pada persepsi orang-orang, gangguan itu tidak ada di sini; Gangguan apapun juga yang bergantung pada persepsi hutan, gangguan itu tidak ada di sini. Hanya ada gangguan ini, yaitu, ketergantungan tunggal pada persepsi tanah.’ Ia memahami: ‘Bidang persepsi ini adalah kosong dari persepsi orang-orang; bidang persepsi ini adalah kosong dari persepsi hutan. Hanya ada ketidak-kosongan ini, yaitu, ketergantungan tunggal pada persepsi tanah.’ Demikianlah ia menganggapnya sebagai kosong dari apa yang tidak ada di sana, tetapi sehubungan dengan apa yang ada di sana ia memahami apa yang ada di sana sebagai berikut: ‘Ini ada.’ Demikianlah, Ānanda, ini juga adalah masuknya ia ke dalam kekosongan, yang asli, tidak menyimpang, dan murni.

“Kemudian, Ānanda, seorang bhikkhu—dengan tidak memperhatikan persepsi hutan, tidak memperhatikan persepsi tanah—memperhatikan ketergantungan tunggal pada persepsi landasan ruang tanpa batas. Pikirannya memasuki persepsi landasan ruang tanpa batas itu dan memperoleh keyakinan, kekokohan, dan kesungguhan. Ia memahami: ‘Gangguan apapun juga yang bergantung pada persepsi hutan, gangguan itu tidak ada di sini; Gangguan apapun juga yang bergantung pada persepsi tanah, gangguan itu tidak ada di sini. Hanya ada gangguan ini, yaitu, ketergantungan tunggal pada persepsi landasan ruang tanpa batas.’ Ia memahami: ‘Bidang persepsi ini adalah kosong dari persepsi hutan; bidang persepsi ini adalah kosong dari persepsi tanah. Hanya ada ketidak-kosongan ini, yaitu, ketergantungan tunggal pada persepsi landasan ruang tanpa batas.’ Demikianlah ia menganggapnya sebagai kosong dari apa yang tidak ada di sana, tetapi sehubungan dengan apa yang ada di sana ia memahami apa yang ada di sana sebagai berikut: ‘Ini ada.’ Demikianlah, Ānanda, ini juga adalah masuknya ia ke dalam kekosongan, yang asli, tidak menyimpang, dan murni.

“Kemudian, Ānanda, seorang bhikkhu—dengan tidak memperhatikan persepsi tanah, tidak memperhatikan persepsi landasan ruang tanpa batas—memperhatikan ketergantungan tunggal pada persepsi landasan kesadaran tanpa batas. Pikirannya memasuki persepsi landasan kesadaran tanpa batas itu dan memperoleh keyakinan, kekokohan, dan kesungguhan. Ia memahami: ‘Gangguan apapun juga yang bergantung pada persepsi tanah, gangguan itu tidak ada di sini; Gangguan apapun juga yang bergantung pada persepsi landasan ruang tanpa batas, gangguan itu tidak ada di sini. Hanya ada gangguan ini, yaitu, ketergantungan tunggal pada persepsi landasan kesadaran tanpa batas.’ Ia memahami: ‘Bidang persepsi ini adalah kosong dari persepsi tanah; bidang persepsi ini adalah kosong dari persepsi landasan ruang tanpa batas. Hanya ada ketidak-kosongan ini, yaitu, ketergantungan tunggal pada persepsi landasan kesadaran tanpa batas.’ Demikianlah ia menganggapnya sebagai kosong dari apa yang tidak ada di sana, tetapi sehubungan dengan apa yang ada di sana ia memahami apa yang ada di sana sebagai berikut: ‘Ini ada.’ Demikianlah, Ānanda, ini juga adalah masuknya ia ke dalam kekosongan, yang asli, tidak menyimpang, dan murni.

“Kemudian, Ānanda, seorang bhikkhu—dengan tidak memperhatikan persepsi landasan ruang tanpa batas, tidak memperhatikan persepsi landasan kesadaran tanpa batas—memperhatikan ketergantungan tunggal pada persepsi landasan kekosongan. Pikirannya memasuki persepsi landasan kekosongan itu dan memperoleh keyakinan, kekokohan, dan kesungguhan. Ia memahami: ‘Gangguan apapun juga yang bergantung pada persepsi landasan ruang tanpa batas, gangguan itu tidak ada di sini; Gangguan apapun juga yang bergantung pada persepsi landasan kesadaran tanpa batas, gangguan itu tidak ada di sini. Hanya ada gangguan ini, yaitu, ketergantungan tunggal pada persepsi landasan kekosongan.’ Ia memahami: ‘Bidang persepsi ini adalah kosong dari persepsi landasan ruang tanpa batas; bidang persepsi ini adalah kosong dari persepsi landasan kesadaran tanpa batas. Hanya ada ketidak-kosongan ini, yaitu, ketergantungan tunggal pada persepsi landasan kekosongan.’ Demikianlah ia menganggapnya sebagai kosong dari apa yang tidak ada di sana, tetapi sehubungan dengan apa yang ada di sana ia memahami apa yang ada di sana sebagai berikut: ‘Ini ada.’ Demikianlah, Ānanda, ini juga adalah masuknya ia ke dalam kekosongan, yang asli, tidak menyimpang, dan murni.

“Kemudian, Ānanda, seorang bhikkhu—dengan tidak memperhatikan persepsi landasan kesadaran tanpa batas, tidak memperhatikan persepsi landasan kekosongan—memperhatikan ketergantungan tunggal pada persepsi landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi. Pikirannya memasuki persepsi landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi itu dan memperoleh keyakinan, kekokohan, dan kesungguhan. Ia memahami: ‘Gangguan apapun juga yang bergantung pada persepsi landasan kesadaran tanpa batas, gangguan itu tidak ada di sini; Gangguan apapun juga yang bergantung pada persepsi landasan kekosongan, gangguan itu tidak ada di sini. Hanya ada gangguan ini, yaitu, ketergantungan tunggal pada persepsi landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi.’ Ia memahami: ‘Bidang persepsi ini adalah kosong dari persepsi landasan kesadaran tanpa batas; bidang persepsi ini adalah kosong dari persepsi landasan kekosongan. Hanya ada ketidak-kosongan ini, yaitu, ketergantungan tunggal pada persepsi landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi.’ Demikianlah ia menganggapnya sebagai kosong dari apa yang tidak ada di sana, tetapi sehubungan dengan apa yang ada di sana ia memahami apa yang ada di sana sebagai berikut: ‘Ini ada.’ Demikianlah, Ānanda, ini juga adalah masuknya ia ke dalam kekosongan, yang asli, tidak menyimpang, dan murni.

“Kemudian, Ānanda, seorang bhikkhu—dengan tidak memperhatikan persepsi landasan kekosongan, tidak memperhatikan persepsi landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi—memperhatikan ketergantungan tunggal pada konsentrasi pikiran tanpa gambaran. Pikirannya memasuki konsentrasi pikiran tanpa gambaran itu dan memperoleh keyakinan, kekokohan, dan kesungguhan. Ia memahami: ‘Gangguan apapun juga yang bergantung pada persepsi landasan kekosongan, gangguan itu tidak ada di sini; Gangguan apapun juga yang bergantung pada persepsi landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi, gangguan itu tidak ada di sini. Hanya ada gangguan ini, yaitu, yang berhubungan dengan enam landasan yang bergantung pada jasmani dan dikondisikan oleh kehidupan.’ Ia memahami: ‘Bidang persepsi ini adalah kosong dari persepsi landasan kekosongan; bidang persepsi ini adalah kosong dari persepsi landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi. Hanya ada ketidak-kosongan ini, yaitu, yang berhubungan dengan enam landasan yang bergantung pada jasmani dan dikondisikan oleh kehidupan.’ Demikianlah ia menganggapnya sebagai kosong dari apa yang tidak ada di sana, tetapi sehubungan dengan apa yang ada di sana ia memahami apa yang ada di sana sebagai berikut: ‘Ini ada.’ Demikianlah, Ānanda, ini juga adalah masuknya ia ke dalam kekosongan, yang asli, tidak menyimpang, dan murni.

“Kemudian, Ānanda, seorang bhikkhu—dengan tidak memperhatikan persepsi landasan kekosongan, tidak menuruti persepsi landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi—memperhatikan ketergantungan tunggal pada konsentrasi pikiran tanpa gambaran. Pikirannya memasuki konsentrasi pikiran tanpa gambaran itu dan memperoleh keyakinan, kekokohan, dan kesungguhan. Ia memahami: ‘Konsentrasi pikiran tanpa gambaran ini adalah terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak. Tetapi apapun juga yang terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak adalah tidak kekal, tunduk pada lenyapnya.’ Ketika ia mengetahui dan melihat demikian, pikirannya terbebaskan dari noda keinginan indria, dari noda penjelmaan, dan dari noda ketidak-tahuan. Ketika terbebaskan muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan ada lagi penjelmaan menjadi kondisi makhluk apapun.’

“Ia memahami sebagai berikut: ‘Gangguan apapun juga yang bergantung pada noda keinginan indria, gangguan itu tidak ada di sini; Gangguan apapun juga yang bergantung pada noda penjelmaan, gangguan itu tidak ada di sini; Gangguan apapun juga yang bergantung pada noda ketidak-tahuan, gangguan itu tidak ada di sini. Hanya ada gangguan ini, yaitu, yang berhubungan dengan enam landasan yang bergantung pada jasmani dan dikondisikan oleh kehidupan.’ Ia memahami: ‘Bidang persepsi ini adalah kosong dari noda keinginan indria; bidang persepsi ini adalah kosong dari noda penjelmaan; bidang persepsi ini adalah kosong dari noda ketidak-tahuan. Hanya ada ketidak-kosongan ini, yaitu, yang berhubungan dengan enam landasan yang bergantung pada jasmani dan dikondisikan oleh kehidupan.’ Demikianlah ia menganggapnya sebagai kosong dari apa yang tidak ada di sana, tetapi sehubungan dengan apa yang ada di sana ia memahami apa yang ada di sana sebagai berikut: ‘Ini ada.’ Demikianlah, Ānanda, ini adalah masuknya ia ke dalam kekosongan, yang asli, tidak menyimpang, dan murni, yang tertinggi dan tidak terlampaui.

“Ānanda, para petapa dan brahmana manapun di masa lampau yang telah masuk dan berdiam dalam kekosongan yang murni, mulia dan tidak terlampaui, semuanya telah masuk dan berdiam dalam kekosongan yang murni, mulia dan tidak terlampaui yang sama ini. Para petapa dan brahmana manapun di masa depan yang akan masuk dan berdiam dalam kekosongan yang murni, mulia dan tidak terlampaui, semuanya akan masuk dan berdiam dalam kekosongan yang murni, mulia dan tidak terlampaui yang sama ini. Para petapa dan brahmana manapun di masa sekarang yang masuk dan berdiam dalam kekosongan yang murni, mulia dan tidak terlampaui, semuanya masuk dan berdiam dalam kekosongan yang murni, mulia dan tidak terlampaui yang sama ini. Oleh karena itu, Ānanda, engkau harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami akan masuk dan berdiam dalam kekosongan yang murni, yang tertinggi dan tidak terlampaui.’”

Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Yang Mulia Ānanda merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.

 

Majjhima Nikaya 121

The Shorter Discourse on Emptiness
So I have heard. At one time the Buddha was staying near Sāvatthī in the Eastern Monastery, the stilt longhouse of Migāra’s mother.

Then in the late afternoon, Venerable Ānanda came out of retreat and went to the Buddha. He bowed, sat down to one side, and said to him:

“Sir, this one time the Buddha was staying in the land of the Sakyans where they have a town named Townsville. There I heard and learned this in the presence of the Buddha: ‘Ānanda, these days I usually practice the meditation on emptiness.’ I trust I properly heard, learned, attended, and remembered that from the Buddha?”

“Indeed, Ānanda, you properly heard, learned, attended, and remembered that. Now, as before, I usually practice the meditation on emptiness.

Consider this stilt longhouse of Migāra’s mother. It’s empty of elephants, cows, horses, and mares; of gold and money; and of gatherings of men and women. There is only this that is not emptiness, namely, the oneness dependent on the mendicant Saṅgha. In the same way, a mendicant—ignoring the perception of the village and the perception of people—focuses on the oneness dependent on the perception of wilderness. Their mind becomes eager, confident, settled, and decided in that perception of wilderness. They understand: ‘Here there is no stress due to the perception of village or the perception of people. There is only this modicum of stress, namely the oneness dependent on the perception of wilderness.’ They understand: ‘This field of perception is empty of the perception of the village. It is empty of the perception of people. There is only this that is not emptiness, namely the oneness dependent on the perception of wilderness.’ And so they regard it as empty of what is not there, but as to what remains they understand that it is present. That’s how emptiness is born in them—genuine, undistorted, and pure.

Furthermore, a mendicant—ignoring the perception of people and the perception of wilderness—focuses on the oneness dependent on the perception of earth. Their mind becomes eager, confident, settled, and decided in that perception of earth. As a bull’s hide is rid of folds when fully stretched out by a hundred pegs, so too, ignoring the hilly terrain, inaccessible riverlands, stumps and thorns, and rugged mountains, they focus on the oneness dependent on the perception of earth. Their mind becomes eager, confident, settled, and decided in that perception of earth. They understand: ‘Here there is no stress due to the perception of people or the perception of wilderness. There is only this modicum of stress, namely the oneness dependent on the perception of earth.’ They understand: ‘This field of perception is empty of the perception of people. It is empty of the perception of wilderness. There is only this that is not emptiness, namely the oneness dependent on the perception of earth.’ And so they regard it as empty of what is not there, but as to what remains they understand that it is present. That’s how emptiness is born in them—genuine, undistorted, and pure.

Furthermore, a mendicant—ignoring the perception of wilderness and the perception of earth—focuses on the oneness dependent on the perception of the dimension of infinite space. Their mind becomes eager, confident, settled, and decided in that perception of the dimension of infinite space. They understand: ‘Here there is no stress due to the perception of wilderness or the perception of earth. There is only this modicum of stress, namely the oneness dependent on the perception of the dimension of infinite space.’ They understand: ‘This field of perception is empty of the perception of wilderness. It is empty of the perception of earth. There is only this that is not emptiness, namely the oneness dependent on the perception of the dimension of infinite space.’ And so they regard it as empty of what is not there, but as to what remains they understand that it is present. That’s how emptiness is born in them—genuine, undistorted, and pure.

Furthermore, a mendicant—ignoring the perception of earth and the perception of the dimension of infinite space—focuses on the oneness dependent on the perception of the dimension of infinite consciousness. Their mind becomes eager, confident, settled, and decided in that perception of the dimension of infinite consciousness. They understand: ‘Here there is no stress due to the perception of earth or the perception of the dimension of infinite space. There is only this modicum of stress, namely the oneness dependent on the perception of the dimension of infinite consciousness.’ They understand: ‘This field of perception is empty of the perception of earth. It is empty of the perception of the dimension of infinite space. There is only this modicum of stress, namely the oneness dependent on the perception of the dimension of infinite consciousness.’ And so they regard it as empty of what is not there, but as to what remains they understand that it is present. That’s how emptiness is born in them—genuine, undistorted, and pure.

Furthermore, a mendicant—ignoring the perception of the dimension of infinite space and the perception of the dimension of infinite consciousness—focuses on the oneness dependent on the perception of the dimension of nothingness. Their mind becomes eager, confident, settled, and decided in that perception of the dimension of nothingness. They understand: ‘Here there is no stress due to the perception of the dimension of infinite space or the perception of the dimension of infinite consciousness. There is only this modicum of stress, namely the oneness dependent on the perception of the dimension of nothingness.’ They understand: ‘This field of perception is empty of the perception of the dimension of infinite space. It is empty of the perception of the dimension of infinite consciousness. There is only this that is not emptiness, namely the oneness dependent on the perception of the dimension of nothingness.’ And so they regard it as empty of what is not there, but as to what remains they understand that it is present. That’s how emptiness is born in them—genuine, undistorted, and pure.

Furthermore, a mendicant—ignoring the perception of the dimension of infinite consciousness and the perception of the dimension of nothingness—focuses on the oneness dependent on the perception of the dimension of neither perception nor non-perception. Their mind becomes eager, confident, settled, and decided in that perception of the dimension of neither perception nor non-perception. They understand: ‘Here there is no stress due to the perception of the dimension of infinite consciousness or the perception of the dimension of nothingness. There is only this modicum of stress, namely the oneness dependent on the perception of the dimension of neither perception nor non-perception.’ They understand: ‘This field of perception is empty of the perception of the dimension of infinite consciousness. It is empty of the perception of the dimension of nothingness. There is only this that is not emptiness, namely the oneness dependent on the perception of the dimension of neither perception nor non-perception.’ And so they regard it as empty of what is not there, but as to what remains they understand that it is present. That’s how emptiness is born in them—genuine, undistorted, and pure.

Furthermore, a mendicant—ignoring the perception of the dimension of nothingness and the perception of the dimension of neither perception nor non-perception—focuses on the oneness dependent on the signless immersion of the heart. Their mind becomes eager, confident, settled, and decided in that signless immersion of the heart. They understand: ‘Here there is no stress due to the perception of the dimension of nothingness or the perception of the dimension of neither perception nor non-perception. There is only this modicum of stress, namely that associated with the six sense fields dependent on this body and conditioned by life.’ They understand: ‘This field of perception is empty of the perception of the dimension of nothingness. It is empty of the perception of the dimension of neither perception nor non-perception. There is only this that is not emptiness, namely that associated with the six sense fields dependent on this body and conditioned by life.’ And so they regard it as empty of what is not there, but as to what remains they understand that it is present. That’s how emptiness is born in them—genuine, undistorted, and pure.

Furthermore, a mendicant—ignoring the perception of the dimension of nothingness and the perception of the dimension of neither perception nor non-perception—focuses on the oneness dependent on the signless immersion of the heart. Their mind becomes eager, confident, settled, and decided in that signless immersion of the heart. They understand: ‘Even this signless immersion of the heart is produced by choices and intentions.’ They understand: ‘But whatever is produced by choices and intentions is impermanent and liable to cessation.’ Knowing and seeing like this, their mind is freed from the defilements of sensuality, desire to be reborn, and ignorance. When they’re freed, they know they’re freed.

They understand: ‘Rebirth is ended, the spiritual journey has been completed, what had to be done has been done, there is no return to any state of existence.’

They understand: ‘Here there is no stress due to the defilements of sensuality, desire to be reborn, or ignorance. There is only this modicum of stress, namely that associated with the six sense fields dependent on this body and conditioned by life.’ They understand: ‘This field of perception is empty of the perception of the defilements of sensuality, desire to be reborn, and ignorance. There is only this that is not emptiness, namely that associated with the six sense fields dependent on this body and conditioned by life.’ And so they regard it as empty of what is not there, but as to what remains they understand that it is present. That’s how emptiness is born in them—genuine, undistorted, and pure.

Whatever ascetics and brahmins enter and remain in the pure, ultimate, supreme emptiness—whether in the past, future, or present—all of them enter and remain in this same pure, ultimate, supreme emptiness. So, Ānanda, you should train like this: ‘We will enter and remain in the pure, ultimate, supreme emptiness.’ That’s how you should train.”

That is what the Buddha said. Satisfied, Venerable Ānanda was happy with what the Buddha said.

Related Articles

bgf

Tantra

Two Truths, October 2014 – Bodh Gaya, India – Part 2 / 二諦 第二集 (宗薩欽哲仁波切)

Two Truths, October 2014 - Bodh Gaya, India - Part 2 / 二諦 第二集 (宗薩欽哲仁波切) by Dzongsar Jamyang Khyentse...

Most Popular

Mahāsuññata Sutta – MN 122

Majjhima Nikāya 122. Mahāsuññata Sutta Khotbah Panjang tentang Kekosongan Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang...

The Jewel Rosary of an Awakening Warrior by Atisha

The Jewel Rosary of an Awakening Warrior Byang-chub-sems-dpa' nor-bu'i phreng-ba Bodhisattvamaniavali Composed by the great Indian pandit...

Alam Tujuan Kelahiran Orang-Orang – AN7.55

Alam Tujuan Kelahiran Orang-Orang - AN7.55 “Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang tujuh alam tujuan kelahiran orang-orang dan...

Tevijja Sutta – DN13

Tevijja Sutta - DN13 Dīgha Nikāya Sīlakkhandhavagga   13. Tiga Pengetahuan Jalan menuju Brahma Demikianlah yang...

Prajnaparamita Sutra Nepal 2017 – Part 6 / 《般若波羅密多心經》 第六集 (宗薩欽哲仁波切)

Prajnaparamita Sutra Nepal 2017 - Part 6 / 《般若波羅密多心經》 第六集 (宗薩欽哲仁波切) by Dzongsar Jamyang Khyentse...

Cara Mengembangkan batin Lebih Lanjut AN4.41

Cara Mengembangkan batin Lebih Lanjut AN4.41 Aṅguttara Nikāya Buku v. Rohitassa 4.41. Cara Mengembangkan batin Lebih Lanjut “Para bhikkhu,...

Pelenyapan Bertahap – Anupubbanirodhasutta AN9.31

Pelenyapan Bertahap - Anupubbanirodhasutta AN9.31 “Para bhikkhu, ada sembilan pelenyapan bertahap ini. Apakah sembilan ini? (1) Bagi seorang...
bgf