Saṁyutta Nikāya
Kelompok Khotbah tentang Moggallāna
40.1. Jhāna Pertama
Pada suatu ketika Yang Mulia Mahāmoggallāna sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Yang Mulia Mahāmoggallāna berkata kepada para bhikkhu: “Teman-teman, para bhikkhu!”
“Teman!” para bhikkhu itu menjawab. Yang Mulia Mahāmoggallāna berkata sebagai berikut:
“Di sini, teman-teman, sewaktu aku sedang sendirian dalam keterasingan, sebuah perenungan muncul dalam pikiranku: ‘Dikatakan, “jhāna pertama, jhāna pertama.” Apakah jhāna pertama itu?’
“Kemudian, teman-teman, aku berpikir: ‘Di sini, dengan terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna pertama, yang disertai dengan pemikiran dan pemeriksaan, dengan sukacita dan kebahagiaan yang timbul dari keterasingan. Ini disebut jhāna pertama.’
“Kemudian, teman-teman, dengan terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, aku masuk dan berdiam dalam jhāna pertama … Sewaktu aku berdiam di sana, persepsi dan perhatian yang disertai dengan sensualitas menyerangku.
“Kemudian, teman-teman, Sang Bhagavā mendatangiku dengan mengerahkan kekuatan spiritualNya dan berkata: ‘Moggallāna, Moggallāna, jangan lengah, brahmana, sehubungan dengan jhāna pertama. Kokohkan pikiranmu dalam jhāna pertama, pusatkan pikiranmu dalam jhāna pertama, konsentrasikan pikiranmu dalam jhāna pertama.’ Kemudian, teman-teman, pada kesempatan lainnya, dengan terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, aku masuk dan berdiam dalam jhāna pertama, yang disertai dengan pemikiran dan pemeriksaan, dengan sukacita dan kebahagiaan yang timbul dari keterasingan.
“Jika, teman-teman, seorang yang berkata benar dapat mengatakan mengenai seseorang: ‘Ia adalah seorang siswa yang mencapai kemuliaan pengetahuan langsung dengan bantuan Sang Guru,’ adalah aku yang dikatakan oleh seorang yang berkata benar itu.”
40.2. Jhāna ke Dua
… “Di sini, teman-teman, sewaktu aku sedang sendirian dalam keterasingan, sebuah perenungan muncul dalam diriku: ‘Dikatakan, “jhāna ke dua, jhāna ke dua.” Apakah jhāna ke dua itu?’
“Kemudian, teman-teman, aku berpikir: ‘Di sini, dengan meredanya pemikiran dan pemeriksaan, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua, yang memiliki keyakinan internal dan keterpusatan pikiran, yang tanpa pemikiran dan pemeriksaan, dan memiliki sukacita dan kebahagiaan yang timbul dari konsentrasi. Ini disebut jhāna ke dua.’
“Kemudian, teman-teman, dengan meredanya pemikiran dan pemeriksaan, aku masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua … Sewaktu aku berdiam di sana, persepsi dan perhatian yang disertai dengan pemikiran dan pemeriksaan menyerangku.
“Kemudian, teman-teman, Sang Bhagavā mendatangiku dengan mengerahkan kekuatan spiritualNya dan berkata: ‘Moggallāna, Moggallāna, jangan lengah, brahmana, sehubungan dengan jhāna ke dua. Kokohkan pikiranmu dalam jhāna ke dua, pusatkan pikiranmu dalam jhāna ke dua, konsentrasikan pikiranmu dalam jhāna ke dua.’ Kemudian, teman-teman, pada kesempatan lainnya, dengan meredanya pemikiran dan pemeriksaan, aku masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua, yang memiliki keyakinan internal dan keterpusatan pikiran, yang tanpa pemikiran dan pemeriksaan, dan memiliki sukacita dan kebahagiaan yang timbul dari konsentrasi.
“Jika, teman-teman, seorang yang berkata benar dapat mengatakan mengenai seseorang: ‘Ia adalah seorang siswa yang mencapai kemuliaan pengetahuan langsung dengan bantuan Sang Guru,’ adalah aku yang dikatakan oleh seorang yang berkata benar itu.”
40.3. Jhāna Ke Tiga
… “Di sini, teman-teman, sewaktu aku sedang sendirian dalam keterasingan, sebuah perenungan muncul dalam diriku: ‘Dikatakan, “jhāna ke tiga, jhāna ke tiga.” Apakah jhāna ke tiga itu?’
“Kemudian, teman-teman, aku berpikir: ‘Di sini, dengan meluruhnya sukacita, seorang bhikkhu berdiam dengan seimbang dan, dengan penuh perhatian dan memahami dengan jernih, ia mengalami kebahagiaan pada jasmani; ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga yang dikatakan oleh para mulia: “Ia seimbang, penuh perhatian, seorang yang berdiam dengan bahagia.” Ini disebut jhāna ke tiga.’
“Kemudian, teman-teman, dengan meluruhnya sukacita … aku masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga … Sewaktu aku berdiam di sana, persepsi dan perhatian yang disertai oleh sukacita menyerangku.
“Kemudian, teman-teman, Sang Bhagavā mendatangiku dengan mengerahkan kekuatan spiritualNya dan berkata: ‘Moggallāna, Moggallāna, jangan lengah, brahmana, sehubungan dengan jhāna ke tiga. Kokohkan pikiranmu dalam jhāna ke tiga, pusatkan pikiranmu dalam jhāna ke tiga, konsentrasikan pikiranmu dalam jhāna ke tiga.’ Kemudian, teman-teman, pada kesempatan lainnya, dengan meluruhnya sukacita, aku berdiam dengan seimbang dan, penuh perhatian dan memahami dengan jernih, aku mengalami kebahagiaan pada jasmani; aku masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga, yang dikatakan oleh para mulia: “Ia seimbang, penuh perhatian, seorang yang berdiam dengan bahagia.”
“Jika, teman-teman, seorang yang berkata benar dapat mengatakan mengenai seseorang: ‘Ia adalah seorang siswa yang mencapai kemuliaan pengetahuan langsung dengan bantuan Sang Guru,’ adalah aku yang dikatakan oleh seorang yang berkata benar itu.”
40.4. Jhāna Ke Empat
… “Di sini, teman-teman, sewaktu aku sedang sendirian dalam keterasingan, sebuah perenungan muncul dalam diriku: ‘Dikatakan, “jhāna ke empat, jhāna ke empat.” Apakah jhāna ke empat itu?’
“Kemudian, teman-teman, aku berpikir: ‘Di sini, dengan meninggalkan kenikmatan dan kesakitan, dan dengan pelenyapan sebelumnya kegembiraan dan ketidak-senangan, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat yang tidak-menyakitkan juga tidak-menyenangkan dan termasuk pemurnian perhatian oleh keseimbangan. Ini disebut jhāna ke empat.’
“Kemudian, teman-teman, dengan meninggalkan kesenangan dan kesakitan … aku masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat … Sewaktu aku berdiam di sana, persepsi dan perhatian yang disertai oleh kebahagiaan menyerangku.
“Kemudian, teman-teman, Sang Bhagavā mendatangiku dengan mengerahkan kekuatan spiritualNya dan berkata: ‘Moggallāna, Moggallāna, jangan lengah, brahmana, sehubungan dengan jhāna ke empat. Kokohkan pikiranmu dalam jhāna ke empat, pusatkan pikiranmu dalam jhāna ke empat, konsentrasikan pikiranmu dalam jhāna ke empat.’ Kemudian, pada kesempatan lainnya, dengan meninggalkan kesenangan dan kesakitan, dan dengan pelenyapan sebelumnya kegembiraan dan ketidak-senangan, aku masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat, yang tidak menyakitkan juga tidak menyenangkan dan termasuk pemurnian perhatian oleh keseimbangan.
“Jika, teman-teman, seorang yang berkata benar dapat mengatakan mengenai seseorang: ‘Ia adalah seorang siswa yang mencapai kemuliaan pengetahuan langsung dengan bantuan Sang Guru,’ adalah aku yang dikatakan oleh seorang yang berkata benar itu.”
40.5. Landasan Ruang Tanpa Batas
… “Di sini, teman-teman, sewaktu aku sedang sendirian dalam keterasingan, sebuah perenungan muncul dalam diriku: ‘Dikatakan, “landasan ruang tanpa batas, landasan ruang tanpa batas.” Apakah landasan ruang tanpa batas itu?’
“Kemudian, teman-teman, aku berpikir: ‘Di sini, dengan sepenuhnya melampaui persepsi bentuk-bentuk, dengan lenyapnya persepsi sentuhan indria, dengan tanpa perhatian pada persepsi yang beraneka-ragam, menyadari bahwa “ruang adalah tanpa batas,” seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam landasan ruang tanpa batas. Ini disebut landasan ruang tanpa batas.’
“Kemudian, teman-teman, dengan sepenuhnya melampaui persepsi bentuk-bentuk … aku masuk dan berdiam dalam landasan ruang tanpa batas. Sewaktu aku berdiam di sana, persepsi dan perhatian yang disertai oleh bentuk-bentuk menyerangku.
“Kemudian, teman-teman, Sang Bhagavā mendatangiku dengan mengerahkan kekuatan spiritualNya dan berkata: ‘Moggallāna, Moggallāna, jangan lengah, brahmana, sehubungan dengan landasan ruang tanpa batas. Kokohkan pikiranmu dalam landasan ruang tanpa batas, pusatkan pikiranmu dalam landasan ruang tanpa batas, konsentrasikan pikiranmu dalam landasan ruang tanpa batas.’ Kemudian, pada kesempatan lainnya, dengan sepenuhnya melampaui persepsi bentuk-bentuk, dengan lenyapnya persepsi sentuhan indria, dengan tanpa perhatian pada persepsi yang beraneka-ragam, menyadari bahwa ‘ruang adalah tanpa batas,’ aku masuk dan berdiam dalam landasan ruang tanpa batas.
“Jika, teman-teman, seorang yang berkata benar dapat mengatakan mengenai seseorang: ‘Ia adalah seorang siswa yang mencapai kemuliaan pengetahuan langsung dengan bantuan Sang Guru,’ adalah aku yang dikatakan oleh seorang yang berkata benar itu.”
40.6. Landasan Kesadaran Tanpa Batas
… “Di sini, teman-teman, sewaktu aku sedang sendirian dalam keterasingan, sebuah perenungan muncul dalam diriku: ‘Dikatakan, “landasan kesadaran tanpa batas, landasan kesadaran tanpa batas.” Apakah landasan kesadaran tanpa batas itu?’
“Kemudian, teman-teman, aku berpikir: ‘Di sini, dengan sepenuhnya melampaui landasan ruang tanpa batas, menyadari bahwa “kesadaran adalah tanpa batas,” seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam landasan kesadaran tanpa batas. Ini disebut landasan kesadaran tanpa batas.’
“Kemudian, teman-teman, dengan sepenuhnya melampaui landasan ruang tanpa batas, menyadari bahwa ‘kesadaran adalah tanpa batas,’ aku masuk dan berdiam dalam landasan kesadaran tanpa batas. Sewaktu aku berdiam di sana persepsi dan perhatian yang disertai oleh landasan ruang tanpa batas menyerangku.
“Kemudian, teman-teman, Sang Bhagavā mendatangiku dengan mengerahkan kekuatan spiritualNya dan berkata: ‘Moggallāna, Moggallāna, jangan lengah, brahmana, sehubungan dengan landasan kesadaran tanpa batas. Kokohkan pikiranmu dalam landasan kesadaran tanpa batas, pusatkan pikiranmu dalam landasan kesadaran tanpa batas, konsentrasikan pikiranmu dalam landasan kesadaran tanpa batas.’ Kemudian, pada kesempatan lainnya, dengan sepenuhnya melampaui landasan ruang tanpa batas, menyadari bahwa ‘kesadaran adalah tanpa batas,’ aku masuk dan berdiam dalam landasan kesadaran tanpa batas.
“Jika, teman-teman, seorang yang berkata benar dapat mengatakan mengenai seseorang: ‘Ia adalah seorang siswa yang mencapai kemuliaan pengetahuan langsung dengan bantuan Sang Guru,’ adalah aku yang dikatakan oleh seorang yang berkata benar itu.”
40.7. Landasan Kekosongan
… “Di sini, teman-teman, sewaktu aku sedang sendirian dalam keterasingan, sebuah perenungan muncul dalam diriku: ‘Dikatakan, “landasan kekosongan, landasan kekosongan.” Apakah landasan kekosongan itu?’
“Kemudian, teman-teman, aku berpikir: ‘Di sini, dengan sepenuhnya melampaui landasan kesadaran tanpa batas, menyadari bahwa “tidak ada apa-apa,” seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam landasan kekosongan. Ini disebut landasan kekosongan.’
“Kemudian, teman-teman, dengan sepenuhnya melampaui landasan kesadaran tanpa batas, menyadari bahwa ‘tidak ada apa-apa,’ aku masuk dan berdiam dalam landasan kekosongan. Sewaktu aku berdiam di sana, persepsi dan perhatian yang disertai oleh landasan kesadaran tanpa batas menyerangku.
“Kemudian, teman-teman, Sang Bhagavā mendatangiku dengan mengerahkan kekuatan spiritualNya dan berkata: ‘Moggallāna, Moggallāna, jangan lengah, brahmana, sehubungan dengan landasan kekosongan. Kokohkan pikiranmu dalam landasan kekosongan, pusatkan pikiranmu dalam landasan kekosongan, konsentrasikan pikiranmu dalam landasan kekosongan.’ Kemudian, pada kesempatan lainnya, dengan sepenuhnya melampaui landasan kesadaran tanpa batas, menyadari bahwa ‘tidak ada apa-apa,’ aku masuk dan berdiam dalam landasan kekosongan.
“Jika, teman-teman, seorang yang berkata benar dapat mengatakan mengenai seseorang: ‘Ia adalah seorang siswa yang mencapai kemuliaan pengetahuan langsung dengan bantuan Sang Guru,’ adalah aku yang dikatakan oleh seorang yang berkata benar itu.”
40.8. Landasan Bukan Persepsi juga Bukan Bukan-Persepsi
… “Di sini, teman-teman, sewaktu aku sedang sendirian dalam keterasingan, sebuah perenungan muncul dalam diriku: ‘Dikatakan, “landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi, landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi.” Apakah landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi itu?’
“Kemudian, teman-teman, aku berpikir: ‘Di sini, dengan sepenuhnya melampaui landasan kekosongan, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi. Ini disebut landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi.’
“Kemudian, teman-teman, dengan sepenuhnya melampaui landasan kekosongan, aku masuk dan berdiam dalam landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi. Sewaktu aku berdiam di sana, persepsi dan perhatian yang disertai oleh landasan kekosongan menyerangku.
“Kemudian, teman-teman, Sang Bhagavā mendatangiku dengan mengerahkan kekuatan spiritualNya dan berkata: ‘Moggallāna, Moggallāna, jangan lengah, brahmana, sehubungan dengan landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi. Kokohkan pikiranmu dalam landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi, pusatkan pikiranmu dalam landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi, konsentrasikan pikiranmu dalam landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi.’ Kemudian, pada kesempatan lainnya, dengan sepenuhnya melampaui landasan kekosongan, aku masuk dan berdiam dalam landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi.
“Jika, teman-teman, seorang yang berkata benar dapat mengatakan mengenai seseorang: ‘Ia adalah seorang siswa yang mencapai kemuliaan pengetahuan langsung dengan bantuan Sang Guru,’ adalah aku yang dikatakan oleh seorang yang berkata benar itu.”
40.9. Tanpa Gambaran
… “Di sini, teman-teman, sewaktu aku sedang sendirian dalam keterasingan, sebuah perenungan muncul dalam diriku: ‘Dikatakan, “konsentrasi pikiran tanpa gambaran, konsentrasi pikiran tanpa gambaran.” Apakah konsentrasi pikiran tanpa gambaran itu?’
“Kemudian, teman-teman, aku berpikir: ‘Di sini, dengan tanpa-perhatian pada segala gambaran, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam konsentrasi pikiran tanpa gambaran. Ini disebut konsentrasi pikiran tanpa gambaran.’
“Kemudian, teman-teman, dengan tanpa-perhatian pada segala gambaran, aku masuk dan berdiam dalam konsentrasi pikiran tanpa gambaran. Sewaktu aku berdiam di sana, kesadaranku mengikuti bersama dengan gambaran-gambaran.
“Kemudian, teman-teman, Sang Bhagavā mendatangiku dengan mengerahkan kekuatan spiritualNya dan berkata: ‘Moggallāna, Moggallāna, jangan lengah, brahmana, sehubungan dengan konsentrasi pikiran tanpa gambaran. Kokohkan pikiranmu dalam konsentrasi pikiran tanpa gambaran, pusatkan pikiranmu dalam konsentrasi pikiran tanpa gambaran, konsentrasikan pikiranmu dalam konsentrasi pikiran tanpa gambaran.’ Kemudian, pada kesempatan lainnya, dengan tanpa-perhatian pada segala gambaran, aku masuk dan berdiam dalam konsentrasi pikiran tanpa gambaran.
“Jika, teman-teman, seorang yang berkata benar dapat mengatakan mengenai seseorang: ‘Ia adalah seorang siswa yang mencapai kemuliaan pengetahuan langsung dengan bantuan Sang Guru,’ adalah aku yang dikatakan oleh seorang yang berkata benar itu.”
Linked Discourses 40
1. By Moggallāna
1. A Question About the First Absorption
At one time Venerable Mahāmoggallāna was staying near Sāvatthī in Jeta’s Grove, Anāthapiṇḍika’s monastery. There Venerable Mahāmoggallāna addressed the mendicants: “Reverends, mendicants!”
“Reverend,” they replied. Venerable Mahāmoggallāna said this:
“Just now, reverends, as I was in private retreat this thought came to mind: ‘They speak of this thing called the “first absorption”. What is the first absorption?’ It occurred to me: ‘It’s when a mendicant, quite secluded from sensual pleasures, secluded from unskillful qualities, enters and remains in the first absorption, which has the rapture and bliss born of seclusion, while placing the mind and keeping it connected. This is called the first absorption.’
And so … I was entering and remaining in the first absorption. While I was in that meditation, perceptions and attentions accompanied by sensual pleasures beset me.
Then the Buddha came up to me with his psychic power and said, ‘Moggallāna, Moggallāna! Don’t neglect the first absorption, brahmin! Settle your mind in the first absorption; unify your mind and immerse it in the first absorption.’
And so, after some time … I entered and remained in the first absorption.
So if anyone should be rightly called a disciple who attained to great direct knowledge with help from the Teacher, it’s me.”
2. A Question About the Second Absorption
“They speak of this thing called the ‘second absorption’. What is the second absorption?” It occurred to me: ‘As the placing of the mind and keeping it connected are stilled, a mendicant enters and remains in the second absorption, which has the rapture and bliss born of immersion, with internal clarity and confidence, and unified mind, without placing the mind and keeping it connected. This is called the second absorption.’
And so … I was entering and remaining in the second absorption. While I was in that meditation, perceptions and attentions accompanied by placing the mind beset me.
Then the Buddha came up to me with his psychic power and said, ‘Moggallāna, Moggallāna! Don’t neglect the second absorption, brahmin! Settle your mind in the second absorption; unify your mind and immerse it in the second absorption.’
And so, after some time … I entered and remained in the second absorption.
So if anyone should be rightly called a disciple who attained to great direct knowledge with help from the Teacher, it’s me.”
3. A Question About the Third Absorption
“They speak of this thing called the ‘third absorption’. What is the third absorption? It occurred to me: ‘With the fading away of rapture, a mendicant enters and remains in the third absorption, where they meditate with equanimity, mindful and aware, personally experiencing the bliss of which the noble ones declare, “Equanimous and mindful, one meditates in bliss.” This is called the third absorption.’
And so … I was entering and remaining in the third absorption. While I was in that meditation, perceptions and attentions accompanied by rapture beset me.
Then the Buddha came up to me with his psychic power and said, ‘Moggallāna, Moggallāna! Don’t neglect the third absorption, brahmin! Settle your mind in the third absorption; unify your mind and immerse it in the third absorption.’
And so, after some time … I entered and remained in the third absorption. So if anyone should be rightly called a disciple who attained to great direct knowledge with help from the Teacher, it’s me.”
4. A Question About the Fourth Absorption
“They speak of this thing called the ‘fourth absorption’. What is the fourth absorption? It occurred to me: ‘It’s when, giving up pleasure and pain, and ending former happiness and sadness, a mendicant enters and remains in the fourth absorption, without pleasure or pain, with pure equanimity and mindfulness. This is called the fourth absorption.’
And so … I was entering and remaining in the fourth absorption. While I was in that meditation, perceptions and attentions accompanied by pleasure beset me.
Then the Buddha came up to me with his psychic power and said, ‘Moggallāna, Moggallāna! Don’t neglect the fourth absorption, brahmin! Settle your mind in the fourth absorption; unify your mind and immerse it in the fourth absorption.’
And so, after some time … I entered and remained in the fourth absorption.
So if anyone should be rightly called a disciple who attained to great direct knowledge with help from the Teacher, it’s me.”
5. A Question About the Dimension of Infinite Space
“They speak of this thing called the ‘dimension of infinite space’. What is the dimension of infinite space? It occurred to me: ‘It’s when a mendicant—going totally beyond perceptions of form, with the ending of perceptions of impingement, not focusing on perceptions of diversity—aware that “space is infinite”, enters and remains in the dimension of infinite space. This is called the dimension of infinite space.’
And so … I was entering and remaining in the dimension of infinite space. While I was in that meditation, perceptions and attentions accompanied by forms beset me.
Then the Buddha came up to me with his psychic power and said, ‘Moggallāna, Moggallāna! Don’t neglect the dimension of infinite space, brahmin! Settle your mind in the dimension of infinite space; unify your mind and immerse it in the dimension of infinite space.’
And so, after some time … I entered and remained in the dimension of infinite space.
So if anyone should be rightly called a disciple who attained to great direct knowledge with help from the Teacher, it’s me.”
6. A Question About the Dimension of Infinite Consciousness
“They speak of this thing called the ‘dimension of infinite consciousness’. What is the dimension of infinite consciousness? It occurred to me: ‘It’s when a mendicant, going totally beyond the dimension of infinite space, aware that “consciousness is infinite”, enters and remains in the dimension of infinite consciousness. This is called the dimension of infinite consciousness.’
And so … I was entering and remaining in the dimension of infinite consciousness. While I was in that meditation, perceptions and attentions accompanied by the dimension of infinite space beset me.
Then the Buddha came up to me with his psychic power and said, ‘Moggallāna, Moggallāna! Don’t neglect the dimension of infinite consciousness, brahmin! Settle your mind in the dimension of infinite consciousness; unify your mind and immerse it in the dimension of infinite consciousness.’
And so, after some time … I entered and remained in the dimension of infinite consciousness.
So if anyone should be rightly called a disciple who attained to great direct knowledge with help from the Teacher, it’s me.”
7. A Question About the Dimension of Nothingness
“They speak of this thing called the ‘dimension of nothingness’. What is the dimension of nothingness? It occurred to me: ‘It’s when a mendicant, going totally beyond the dimension of infinite consciousness, aware that “there is nothing at all”, enters and remains in the dimension of nothingness. This is called the dimension of nothingness.’
And so … I was entering and remaining in the dimension of nothingness. While I was in that meditation, perceptions and attentions accompanied by the dimension of infinite consciousness beset me.
Then the Buddha came up to me with his psychic power and said, ‘Moggallāna, Moggallāna! Don’t neglect the dimension of nothingness, brahmin! Settle your mind in the dimension of nothingness; unify your mind and immerse it in the dimension of nothingness.’
And so, after some time … I entered and remained in the dimension of nothingness.
So if anyone should be rightly called a disciple who attained to great direct knowledge with help from the Teacher, it’s me.”
8. A Question About the Dimension of Neither Perception Nor Non-Perception
“They speak of this thing called the ‘dimension of neither perception nor non-perception’. What is the dimension of neither perception nor non-perception? It occurred to me: ‘It’s when a mendicant, going totally beyond the dimension of nothingness, enters and remains in the dimension of neither perception nor non-perception. This is called the dimension of neither perception nor non-perception.’
And so … I was entering and remaining in the dimension of neither perception nor non-perception. While I was in that meditation, perceptions and attentions accompanied by the dimension of nothingness beset me.
Then the Buddha came up to me with his psychic power and said, ‘Moggallāna, Moggallāna! Don’t neglect the dimension of neither perception nor non-perception, brahmin! Settle your mind in the dimension of neither perception nor non-perception; unify your mind and immerse it in the dimension of neither perception nor non-perception.’
And so, after some time … I entered and remained in the dimension of neither perception nor non-perception.
So if anyone should be rightly called a disciple who attained to great direct knowledge with help from the Teacher, it’s me.”
9. A Question About the Signless
“They speak of this thing called the ‘signless immersion of the heart’. What is the signless immersion of the heart? It occurred to me: ‘It’s when a mendicant, not focusing on any signs, enters and remains in the signless immersion of the heart. This is called the signless immersion of the heart.’
And so … I was entering and remaining in the signless immersion of the heart. While I was in that meditation, my consciousness followed after signs.
Then the Buddha came up to me with his psychic power and said, ‘Moggallāna, Moggallāna! Don’t neglect the signless immersion of the heart, brahmin! Settle your mind in the signless immersion of the heart; unify your mind and immerse it in the signless immersion of the heart.’
And so, after some time … I entered and remained in the signless immersion of the heart.
So if anyone should be rightly called a disciple who attained to great direct knowledge with help from the Teacher, it’s me.”