- Majjhima Nikāya
- 2. Sabbāsava Sutta
Segala noda
Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Beliau memanggil para bhikkhu: “Para bhikkhu.”—“Yang Mulia,” mereka menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:
“Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian sebuah khotbah tentang pengendalian segala noda. Dengarkanlah dan perhatikanlah pada apa yang akan Kukatakan.”—“Baik, Yang Mulia,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:
Ringkasan
“Para Bhikkhu, Aku katakan bahwa hancurnya noda-noda adalah untuk seorang yang mengetahui dan melihat, bukan untuk seorang yang tidak mengetahui dan tidak melihat. Yang mengetahui dan melihat apakah? Perhatian bijaksana dan perhatian tidak bijaksana. Ketika seseorang memperhatikan dengan tidak bijaksana, noda-noda yang belum muncul menjadi muncul dan noda-noda yang telah muncul menjadi bertambah. Ketika seseorang memperhatikan dengan bijaksana, noda-noda yang belum muncul tidak akan muncul dan noda-noda yang telah muncul ditinggalkan.
“Para bhikkhu, ada noda-noda yang harus ditinggalkan dengan melihat. Ada noda-noda yang harus ditinggalkan dengan mengendalikan. Ada noda-noda yang harus ditinggalkan dengan menggunakan. Ada noda-noda yang harus ditinggalkan dengan menahankan. Ada noda-noda yang harus ditinggalkan dengan menghindari. Ada noda-noda yang harus ditinggalkan dengan melenyapkan. Ada noda-noda yang harus ditinggalkan dengan mengembangkan.
Noda-Noda Yang Harus Ditinggalkan Dengan Melihat
“Apakah noda-noda, para bhikkhu, yang harus ditinggalkan dengan melihat? Di sini, para bhikkhu, seorang biasa yang tidak terpelajar, yang tidak menghargai para mulia dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, yang tidak menghargai manusia sejati dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, tidak memahami hal-hal apa yang layak diperhatikan dan hal-hal apa yang tidak layak diperhatikan. Oleh karena itu, ia memperhatikan hal-hal yang tidak layak diperhatikan dan ia tidak memperhatikan hal-hal yang layak diperhatikan.
“Apakah hal-hal yang tidak layak untuk diperhatikan yang ia perhatikan? Yaitu hal-hal yang ketika ia memperhatikannya, maka noda-noda keinginan indria yang belum muncul menjadi muncul dalam dirinya dan noda-noda keinginan indria yang telah muncul menjadi bertambah, noda-noda penjelmaan yang belum muncul menjadi muncul dalam dirinya dan noda-noda penjelmaan yang telah muncul menjadi bertambah, noda-noda ketidak-tahuan yang belum muncul menjadi muncul dalam dirinya, dan noda-noda ketidak-tahuan yang telah muncul menjadi bertambah. Ini adalah hal-hal yang tidak layak diperhatikan yang ia perhatikan. Dan apakah hal-hal yang layak untuk diperhatikan yang tidak ia perhatikan? Yaitu hal-hal yang ketika ia memperhatikannya, maka noda-noda keinginan indria yang belum muncul tidak menjadi muncul dalam dirinya dan noda-noda keinginan indria yang telah muncul ditinggalkan, noda-noda penjelmaan yang belum muncul tidak menjadi muncul dalam dirinya dan noda-noda penjelmaan yang telah muncul ditinggalkan, noda-noda ketidak-tahuan yang belum muncul tidak menjadi muncul dalam dirinya, dan noda-noda ketidak-tahuan yang telah muncul ditinggalkan. Ini adalah hal-hal yang layak diperhatikan yang tidak ia perhatikan. Dengan memperhatikan hal-hal yang tidak layak diperhatikan dan dengan tidak memperhatikan hal-hal yang layak diperhatikan, maka noda-noda yang belum muncul menjadi muncul dalam dirinya dan noda-noda yang telah muncul menjadi bertambah.
“Ini adalah bagaimana ia memperhatikan dengan tidak bijaksana: ‘Apakah aku ada di masa lampau? Apakah aku tidak ada di masa lampau? Apakah aku di masa lampau? Bagaimanakah aku di masa lampau? Setelah menjadi apa, kemudian menjadi apakah aku di masa lampau? Apakah aku akan ada di masa depan? Apakah aku akan tidak ada di masa depan? Akan menjadi apakah aku di masa depan? Akan bagaimanakah aku di masa depan? Setelah menjadi apa, kemudian menjadi apakah aku di masa depan?’ Atau kalau tidak demikian, ia kebingungan sehubungan dengan masa sekarang sebagai berikut: ‘Apakah aku ada? Apakah aku tidak ada? Apakah aku? Bagaimanakah aku? Dari manakah makhluk ini datang? Ke manakah makhluk ini akan pergi?’
“Ketika ia memperhatikan dengan tidak bijaksana seperti ini, satu dari enam pandangan muncul dalam dirinya. Pandangan ‘ada diri bagiku’ muncul dalam dirinya sebagai benar dan kokoh; atau pandangan ‘tidak ada diri bagiku’ muncul dalam dirinya sebagai benar dan kokoh; atau pandangan ‘aku melihat diri dengan diri’ muncul dalam dirinya sebagai benar dan kokoh; atau pandangan ‘aku melihat bukan-diri dengan diri’ muncul dalam dirinya sebagai benar dan kokoh; atau pandangan ‘aku melihat diri dengan bukan-diri’ muncul dalam dirinya sebagai benar dan kokoh; atau kalau tidak demikian, ia memiliki beberapa pandangan sebagai berikut ini: ‘adalah diriku ini yang berbicara dan merasakan dan mengalami di sana-sini akibat dari perbuatan baik dan buruk; tetapi diriku ini adalah kekal, tetap ada, abadi, tidak tunduk pada perubahan, dan akan bertahan selamanya.’ Pandangan spekulatif ini, para bhikkhu, disebut rimba pandangan, belantara pandangan, pemutar-balikan pandangan, kebingungan pandangan, belenggu pandangan. Karena terbelenggu oleh belenggu-belenggu pandangan, maka seorang biasa yang tidak terpelajar tidak terbebas dari kelahiran, penuaan, dan kematian, dari dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan keputus-asaan; ia tidak terbebas dari penderitaan, Aku katakan.
“Para bhikkhu, seorang siswa mulia yang terpelajar dengan baik, yang menghargai para mulia dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, yang menghargai manusia sejati dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, memahami hal-hal apa yang layak diperhatikan dan hal-hal apa yang tidak layak diperhatikan. Oleh karena itu, ia tidak memperhatikan hal-hal yang tidak layak diperhatikan dan ia memperhatikan hal-hal yang layak diperhatikan.
“Apakah hal-hal yang tidak layak diperhatikan yang tidak ia perhatikan? Yaitu hal-hal yang ketika ia memperhatikannya, noda-noda keinginan indria yang belum muncul menjadi muncul … (seperti §6) … dan noda-noda ketidak-tahuan yang telah muncul menjadi bertambah. Ini adalah hal-hal yang tidak layak diperhatikan yang tidak ia perhatikan. Dan apakah hal-hal yang layak diperhatikan yang ia perhatikan? Yaitu hal-hal yang ketika ia memperhatikannya, noda-noda keinginan indria yang belum muncul tidak menjadi muncul … (seperti §6) … dan noda-noda ketidak-tahuan yang telah muncul ditinggalkan. Ini adalah hal-hal yang layak diperhatikan yang ia perhatikan. Dengan tidak memperhatikan hal-hal yang tidak layak diperhatikan dan dengan memperhatikan hal-hal yang layak diperhatikan, noda-noda yang belum muncul tidak menjadi muncul dalam dirinya dan noda-noda yang telah muncul ditinggalkan.
“Ia memperhatikan dengan bijaksana: ‘Ini adalah penderitaan’; ia memperhatikan dengan bijaksana: ‘Ini adalah asal-mula penderitaan’; ia memperhatikan dengan bijaksana: ‘Ini adalah lenyapnya penderitaan’; ia memperhatikan dengan bijaksana: ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan.’ Ketika ia memperhatikan dengan bijaksana seperti ini, tiga belenggu ditinggalkan dalam dirinya: pandangan akan diri, keragu-raguan, dan ketaatan pada ritual dan upacara. Ini disebut noda-noda yang harus ditinggalkan dengan melihat.
Noda-Noda Yang Harus Ditinggalkan Dengan Mengendalikan
“Noda-noda apakah, para bhikkhu, yang harus ditinggalkan dengan mengendalikan? Di sini seorang bhikkhu, merenungkan dengan bijaksana, berdiam dengan indria mata terkendali. Sementara noda-noda, gangguan, dan gejolak muncul dalam diri seorang yang berdiam dengan indria mata tidak terkendali, sebaliknya tidak ada noda-noda, gangguan, dan gejolak muncul dalam diri seorang yang berdiam dengan indria mata terkendali. Merenungkan dengan bijaksana, ia berdiam dengan indria telinga terkendali … dengan indria hidung terkendali … dengan indria lidah terkendali … dengan indria badan terkendali … dengan indria pikiran terkendali … Sementara noda-noda, gangguan, dan gejolak muncul dalam diri seorang yang berdiam dengan indria-indria tidak terkendali, sebaliknya tidak ada noda-noda, gangguan, dan gejolak muncul dalam diri seorang yang berdiam dengan indria-indria terkendali. Ini disebut noda-noda yang harus ditinggalkan dengan mengendalikan.
Noda-Noda Yang Harus Ditinggalkan Dengan Menggunakan
“Noda-noda apakah, para bhikkhu, yang harus ditinggalkan dengan menggunakan? Di sini seorang bhikkhu, merenungkan dengan bijaksana, menggunakan jubah hanya untuk perlindungan dari dingin, untuk perlindungan dari panas, untuk perlindungan dari kontak dengan lalat, nyamuk, angin, matahari, dan binatang-binatang melata, dan hanya bertujuan untuk menutupi bagian tubuh yang pribadi.
“Merenungkan dengan bijaksana, ia menggunakan dana makanan bukan untuk kenikmatan juga bukan untuk kemabukan juga bukan demi kecantikan dan kemenarikan fisik, tetapi hanya untuk ketahanan dan kelangsungan badan ini, untuk mengakhiri ketidaknyamanan, dan untuk mendukung kehidupan suci, dengan pertimbangan: ‘Dengan demikian aku akan mengakhiri perasaan sebelumnya tanpa memunculkan perasaan baru dan aku akan menjadi sehat dan tanpa cela dan dapat hidup dengan nyaman.’
“Merenungkan dengan bijaksana, ia menggunakan tempat tinggal hanya untuk perlindungan dari dingin, untuk perlindungan dari panas, untuk perlindungan dari kontak dengan lalat, nyamuk, angin, matahari, dan binatang-binatang melata, dan hanya bertujuan untuk menangkis bahaya iklim dan untuk menikmati latihan.
“Merenungkan dengan bijaksana, ia menggunakan obat-obatan hanya untuk perlindungan dari penyakit yang telah muncul dan demi kesehatan.
“Sementara noda-noda, gangguan, dan gejolak muncul dalam diri seorang yang tidak menggunakan benda-benda kebutuhan seperti demikian, sebaliknya tidak ada noda-noda, gangguan, dan gejolak muncul dalam diri seorang yang menggunakannya seperti demikian. Ini disebut noda-noda yang harus ditinggalkan dengan menggunakan.
Noda-Noda Yang Harus Ditinggalkan Dengan Menahankan
“Noda-noda apakah, para bhikkhu, yang harus ditinggalkan dengan menahankan? Di sini seorang bhikkhu, merenungkan dengan bijaksana, menahankan dingin dan panas, lapar dan haus, kontak dengan lalat, nyamuk, angin, matahari, dan binatang-binatang melata; ia menahankan kata-kata kasar dan tidak ramah dan perasaan jasmani yang timbul yang menyakitkan, menyiksa, tajam, menusuk, tidak menyenangkan, menyusahkan, dan mengancam kehidupan. Sementara noda-noda, gangguan, dan gejolak muncul dalam diri seorang yang tidak menahankan hal-hal demikian, sebaliknya tidak ada noda-noda, gangguan, dan gejolak muncul dalam diri seorang yang menahankan hal-hal demikian. Ini disebut noda-noda yang harus ditinggalkan dengan menahankan.
Noda-Noda Yang Harus Ditinggalkan Dengan Menghindari
“Noda-noda apakah, para bhikkhu, yang harus ditinggalkan dengan menghindari? Di sini seorang bhikkhu, merenungkan dengan bijaksana, menghindari gajah liar, kuda liar, sapi liar, anjing liar, ular, tunggul pohon, semak berduri, jurang, ngarai, lubang kakus, saluran pembuangan. Merenungkan dengan bijaksana, ia menghindari duduk di tempat yang tidak sesuai, menghindari bepergian ke tempat yang tidak sesuai, dan menghindari bergaul dengan teman-teman yang tidak baik, karena jika ia melakukan hal itu maka teman-teman bijaksana dalam kehidupan suci akan mencurigainya berperilaku buruk. Sementara noda-noda, gangguan, dan gejolak muncul dalam diri seorang yang tidak menghindari hal-hal demikian, sebaliknya tidak ada noda-noda, gangguan, dan gejolak muncul dalam diri seorang yang menghindari hal-hal demikian. Ini disebut noda-noda yang harus ditinggalkan dengan menghindari.
Noda-Noda Yang Harus Ditinggalkan Dengan Melenyapkan
“Noda-noda apakah, para bhikkhu, yang harus ditinggalkan dengan melenyapkan? Di sini seorang bhikkhu, merenungkan dengan bijaksana, tidak menolerir pikiran keinginan indria yang muncul; ia meninggalkannya, melenyapkannya, mengusirnya, dan membasminya. Ia tidak menolerir pikiran bermusuhan yang muncul … Ia tidak menolerir pikiran kejam yang muncul … Ia tidak menolerir kondisi-kondisi jahat yang tidak bermanfaat; ia meninggalkannya, melenyapkannya, mengusirnya, dan membasminya. Sementara noda-noda, gangguan, dan gejolak muncul dalam diri seorang yang tidak melenyapkan pikiran-pikiran ini, sebaliknya tidak ada noda-noda, gangguan, dan gejolak muncul dalam diri seorang yang melenyapkannya. Ini disebut noda-noda yang harus ditinggalkan dengan melenyapkan.
Noda-Noda Yang Harus Ditinggalkan Dengan Mengembangkan
“Noda-noda apakah, para bhikkhu, yang harus ditinggalkan dengan mengembangkan? Di sini seorang bhikkhu, merenungkan dengan bijaksana, mengembangkan faktor pencerahan perhatian, yang didukung oleh keterasingan, kebosanan, dan lenyapnya, dan matang dalam pelepasan. Ia mengembangkan faktor pencerahan penyelidikan kondisi-kondisi … faktor pencerahan kegigihan … faktor pencerahan sukacita … faktor pencerahan ketenangan … faktor pencerahan konsentrasi … faktor pencerahan keseimbangan, yang didukung oleh keterasingan, kebosanan, dan lenyapnya, dan matang dalam pelepasan. Sementara noda-noda, gangguan, dan gejolak muncul dalam diri seorang yang tidak mengembangkan faktor-faktor pencerahan ini, sebaliknya tidak ada noda-noda, gangguan, dan gejolak muncul dalam diri seorang yang mengembangkannya. Ini disebut noda-noda yang harus ditinggalkan dengan mengembangkan.
Kesimpulan
“Para bhikkhu, ketika noda-noda yang oleh seorang bhikkhu harus ditinggalkan dengan melihat telah ditinggalkan dengan melihat, ketika noda-noda yang harus ditinggalkan dengan mengendalikan telah ditinggalkan dengan mengendalikan, ketika noda-noda yang harus ditinggalkan dengan menggunakan telah ditinggalkan dengan menggunakan, ketika noda-noda yang harus ditinggalkan dengan menahankan telah ditinggalkan dengan menahankan, ketika noda-noda yang harus ditinggalkan dengan menghindari telah ditinggalkan dengan menghindari, ketika noda-noda yang harus ditinggalkan dengan melenyapkan telah ditinggalkan dengan melenyapkan, ketika noda-noda yang harus ditinggalkan dengan mengembangkan telah ditinggalkan dengan mengembangkan—maka ia disebut seorang bhikkhu yang berdiam dengan terkendali oleh pengendalian segala noda. Ia telah memotong ketagihan, melepaskan belenggu-belenggu, dan dengan sepenuhnya menembus keangkuhan ia telah mewujudkan akhir dari penderitaan.”
Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Para bhikkhu merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.
- Middle Discourses 2
All the Defilements
So I have heard. At one time the Buddha was staying near Sāvatthī in Jeta’s Grove, Anāthapiṇḍika’s monastery. There the Buddha addressed the mendicants, “Mendicants!”
“Venerable sir,” they replied. The Buddha said this:
“Mendicants, I will teach you the explanation of the restraint of all defilements. Listen and pay close attention, I will speak.”
“Yes, sir,” they replied. The Buddha said this:
“Mendicants, I say that the ending of defilements is for one who knows and sees, not for one who does not know or see. For one who knows and sees what? Proper attention and improper attention. When you pay improper attention, defilements arise, and once arisen they grow. When you pay proper attention, defilements don’t arise, and those that have already arisen are given up.
Some defilements should be given up by seeing, some by restraint, some by using, some by enduring, some by avoiding, some by dispelling, and some by developing.
1. Defilements Given Up by Seeing
And what are the defilements that should be given up by seeing? Take an uneducated ordinary person who has not seen the noble ones, and is neither skilled nor trained in the teaching of the noble ones. They’ve not seen good persons, and are neither skilled nor trained in the teaching of the good persons. They don’t understand to which things they should pay attention and to which things they should not pay attention. So they pay attention to things they shouldn’t and don’t pay attention to things they should.
And what are the things to which they pay attention but should not? They are the things that, when attention is paid to them, give rise to unarisen defilements and make arisen defilements grow; the defilements of sensual desire, desire to be reborn, and ignorance. These are the things to which they pay attention but should not.
And what are the things to which they do not pay attention but should? They are the things that, when attention is paid to them, do not give rise to unarisen defilements and give up arisen defilements; the defilements of sensual desire, desire to be reborn, and ignorance. These are the things to which they do not pay attention but should.
Because of paying attention to what they should not and not paying attention to what they should, unarisen defilements arise and arisen defilements grow.
This is how they attend improperly: ‘Did I exist in the past? Did I not exist in the past? What was I in the past? How was I in the past? After being what, what did I become in the past? Will I exist in the future? Will I not exist in the future? What will I be in the future? How will I be in the future? After being what, what will I become in the future?’ Or they are undecided about the present thus: ‘Am I? Am I not? What am I? How am I? This sentient being—where did it come from? And where will it go?’
When they attend improperly in this way, one of the following six views arises in them and is taken as a genuine fact. The view: ‘My self exists in an absolute sense.’ The view: ‘My self does not exist in an absolute sense.’ The view: ‘I perceive the self with the self.’ The view: ‘I perceive what is not-self with the self.’ The view: ‘I perceive the self with what is not-self.’ Or they have such a view: ‘This self of mine is he who speaks and feels and experiences the results of good and bad deeds in all the different realms. This self is permanent, everlasting, eternal, and imperishable, and will last forever and ever.’ This is called a misconception, the thicket of views, the desert of views, the trick of views, the evasiveness of views, the fetter of views. An uneducated ordinary person who is fettered by views is not freed from rebirth, old age, and death, from sorrow, lamentation, pain, sadness, and distress. They’re not freed from suffering, I say.
But take an educated noble disciple who has seen the noble ones, and is skilled and trained in the teaching of the noble ones. They’ve seen good persons, and are skilled and trained in the teaching of the good persons. They understand to which things they should pay attention and to which things they should not pay attention. So they pay attention to things they should and don’t pay attention to things they shouldn’t.
And what are the things to which they don’t pay attention and should not? They are the things that, when attention is paid to them, give rise to unarisen defilements and make arisen defilements grow; the defilements of sensual desire, desire to be reborn, and ignorance. These are the things to which they don’t pay attention and should not.
And what are the things to which they do pay attention and should? They are the things that, when attention is paid to them, do not give rise to unarisen defilements and give up arisen defilements; the defilements of sensual desire, desire to be reborn, and ignorance. These are the things to which they do pay attention and should.
Because of not paying attention to what they should not and paying attention to what they should, unarisen defilements don’t arise and arisen defilements are given up.
They properly attend: ‘This is suffering’ … ‘This is the origin of suffering’ … ‘This is the cessation of suffering’ … ‘This is the practice that leads to the cessation of suffering’. And as they do so, they give up three fetters: identity view, doubt, and misapprehension of precepts and observances. These are called the defilements that should be given up by seeing.
2. Defilements Given Up by Restraint
And what are the defilements that should be given up by restraint? Take a mendicant who, reflecting properly, lives restraining the faculty of the eye. For the distressing and feverish defilements that might arise in someone who lives without restraint of the eye faculty do not arise when there is such restraint. Reflecting properly, they live restraining the faculty of the ear … the nose … the tongue … the body … the mind. For the distressing and feverish defilements that might arise in someone who lives without restraint of the mind faculty do not arise when there is such restraint.
For the distressing and feverish defilements that might arise in someone who lives without restraint do not arise when there is such restraint. These are called the defilements that should be given up by restraint.
3. Defilements Given Up by Using
And what are the defilements that should be given up by using? Take a mendicant who, reflecting properly, makes use of robes: ‘Only for the sake of warding off cold and heat; for warding off the touch of flies, mosquitoes, wind, sun, and reptiles; and for covering up the private parts.’
Reflecting properly, they make use of almsfood: ‘Not for fun, indulgence, adornment, or decoration, but only to sustain this body, to avoid harm, and to support spiritual practice. In this way, I shall put an end to old discomfort and not give rise to new discomfort, and I will live blamelessly and at ease.’
Reflecting properly, they make use of lodgings: ‘Only for the sake of warding off cold and heat; for warding off the touch of flies, mosquitoes, wind, sun, and reptiles; to shelter from harsh weather and to enjoy retreat.’
Reflecting properly, they make use of medicines and supplies for the sick: ‘Only for the sake of warding off the pains of illness and to promote good health.’
For the distressing and feverish defilements that might arise in someone who lives without using these things do not arise when they are used. These are called the defilements that should be given up by using.
4. Defilements Given Up by Enduring
And what are the defilements that should be given up by enduring? Take a mendicant who, reflecting properly, endures cold, heat, hunger, and thirst. They endure the touch of flies, mosquitoes, wind, sun, and reptiles. They endure rude and unwelcome criticism. And they put up with physical pain—sharp, severe, acute, unpleasant, disagreeable, and life-threatening.
For the distressing and feverish defilements that might arise in someone who lives without enduring these things do not arise when they are endured. These are called the defilements that should be given up by enduring.
5. Defilements Given Up by Avoiding
And what are the defilements that should be given up by avoiding? Take a mendicant who, reflecting properly, avoids a wild elephant, a wild horse, a wild ox, a wild dog, a snake, a stump, thorny ground, a pit, a cliff, a swamp, and a sewer. Reflecting properly, they avoid sitting on inappropriate seats, walking in inappropriate neighborhoods, and mixing with bad friends—whatever sensible spiritual companions would believe to be a bad setting.
For the distressing and feverish defilements that might arise in someone who lives without avoiding these things do not arise when they are avoided. These are called the defilements that should be given up by avoiding.
6. Defilements Given Up by Dispelling
And what are the defilements that should be given up by dispelling? Take a mendicant who, reflecting properly, doesn’t tolerate a sensual, malicious, or cruel thought that has arisen, but gives it up, gets rid of it, eliminates it, and obliterates it. They don’t tolerate any bad, unskillful qualities that have arisen, but give them up, get rid of them, eliminate them, and obliterate them.
For the distressing and feverish defilements that might arise in someone who lives without dispelling these things do not arise when they are dispelled. These are called the defilements that should be given up by dispelling.
7. Defilements Given Up by Developing
And what are the defilements that should be given up by developing? It’s when a mendicant, reflecting properly, develops the awakening factors of mindfulness, investigation of principles, energy, rapture, tranquility, immersion, and equanimity, which rely on seclusion, fading away, and cessation, and ripen as letting go.
For the distressing and feverish defilements that might arise in someone who lives without developing these things do not arise when they are developed. These are called the defilements that should be given up by developing.
Now, take a mendicant who, by seeing, has given up the defilements that should be given up by seeing. By restraint, they’ve given up the defilements that should be given up by restraint. By using, they’ve given up the defilements that should be given up by using. By enduring, they’ve given up the defilements that should be given up by enduring. By avoiding, they’ve given up the defilements that should be given up by avoiding. By dispelling, they’ve given up the defilements that should be given up by dispelling. By developing, they’ve given up the defilements that should be given up by developing. They’re called a mendicant who lives having restrained all defilements, who has cut off craving, untied the fetters, and by rightly comprehending conceit has made an end of suffering.”
That is what the Buddha said. Satisfied, the mendicants were happy with what the Buddha said.