Cūḷavedalla Sutta – SN 40.9

Array
  • Majjhima Nikāya
  • 44. Cūḷavedalla Sutta

Rangkaian Pendek Tanya-Jawab

1. Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Rājagaha di Hutan Bambu, Taman Suaka Tupai. Kemudian umat awam Visākha mendatangi Bhikkhunī Dhammadinnā, dan setelah bersujud kepadanya, ia duduk di satu sisi dan bertanya kepadanya:

Identitas

“Yang Mulia, ‘identitas, identitas’ dikatakan. Apakah yang disebut identitas oleh Sang Bhagavā? ”

“Teman Visākha, kelima kelompok unsur kehidupan ini yang terpengaruh oleh kemelekatan disebut sebagai identitas oleh Sang Bhagavā; yaitu, kelompok unsur bentuk materi yang terpengaruh oleh kemelekatan, kelompok unsur perasaan yang terpengaruh oleh kemelekatan, kelompok unsur persepsi yang terpengaruh oleh kemelekatan, kelompok unsur bentukan-bentukan yang terpengaruh oleh kemelekatan, kelompok unsur kesadaran yang terpengaruh oleh kemelekatan. Kelima kelompok unsur kehidupan ini disebut identitas oleh Sang Bhagavā.”

Dengan mengatakan, “Bagus sekali, Yang Mulia,” umat awam Visākha senang dan gembira mendengar kata-kata Bhikkhunī Dhammadinnā. Kemudian ia mengajukan pertanyaan lebih lanjut:

“Yang Mulia, ‘asal-mula identitas, asal-mula identitas’ dikatakan. Apakah yang disebut asal-mula identitas oleh Sang Bhagavā?”

“Teman Visākha, adalah ketagihan, yang membawa penjelmaan baru, yang disertai dengan kesenangan dan nafsu, dan senang akan ini dan itu; yaitu, ketagihan pada kenikmatan indria, ketagihan pada penjelmaan, dan ketagihan pada tanpa-penjelmaan. Ini disebut asal-mula identitas oleh Sang Bhagavā.”

“Yang Mulia, ‘lenyapnya identitas, lenyapnya identitas’ dikatakan. Apakah yang disebut lenyapnya identitas oleh Sang Bhagavā?”

“Teman Visākha, adalah peluruhan tanpa sisa dan lenyapnya, menghentikan, melepaskan, membiarkan dan menolak keinginan yang sama itu. Ini disebut lenyapnya identitas oleh Sang Bhagavā.”

“Yang Mulia, ‘jalan menuju lenyapnya identitas, jalan menuju lenyapnya identitas’ dikatakan. Apakah yang disebut jalan menuju lenyapnya identitas oleh Sang Bhagavā?”

“Teman Visākha, adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu, pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar.”

“Yang Mulia, apakah kemelekatan itu sama dengan kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan ini, atau kemelekatan adalah sesuatu yang terpisah dari kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan?”

“Teman Visākha, kemelekatan itu bukan sama dengan kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan juga kemelekatan bukan sesuatu yang terpisah dari kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan. Adalah keinginan dan nafsu sehubungan dengan kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan yang menjadi kemelekatan di sana.”

Pandangan Identitas

“Yang Mulia, bagaimanakah pandangan identitas terjadi?”

“Di sini, teman Visākha, seorang biasa yang tidak terpelajar, yang tidak menghargai para mulia dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, yang tidak menghargai manusia sejati dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Ia menganggap perasaan sebagai diri, atau diri sebagai memiliki perasaan, atau perasaan sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam perasaan. Ia menganggap persepsi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki persepsi, atau persepsi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam persepsi. Ia menganggap bentukan-bentukan sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentukan-bentukan, atau bentukan-bentukan sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentukan-bentukan. Ia menganggap kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Ini adalah bagaimana pandangan identitas terjadi.”

“Yang Mulia, bagaimanakah pandangan identitas tidak terjadi?”

“Di sini, teman Visākha, seorang mulia yang terpelajar, yang menghargai para mulia dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, yang menghargai manusia sejati dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, tidak menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Ia tidak menganggap perasaan sebagai diri, atau diri sebagai memiliki perasaan, atau perasaan sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam perasaan. Ia tidak menganggap persepsi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki persepsi, atau persepsi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam persepsi. Ia tidak menganggap bentukan-bentukan sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentukan-bentukan, atau bentukan-bentukan sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentukan-bentukan. Ia tidak menganggap kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Ini adalah bagaimana pandangan identitas tidak terjadi.”

Jalan Mulia Berunsur Delapan

“Yang Mulia, apakah Jalan Mulia Berunsur Delapan?”

“Teman Visākha, adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu, pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar.”

“Yang Mulia, apakah Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah terkondisi atau tidak terkondisi?”

“Teman, Visākha, Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah terkondisi.”

“Yang Mulia, apakah tiga kelompok termasuk dalam Jalan Mulia Berunsur Delapan, atau Jalan Mulia Berunsur Delapan termasuk dalam tiga kelompok?”

“Tiga kelompok bukan termasuk dalam Jalan Mulia Berunsur Delapan, teman Visākha, tetapi Jalan Mulia Berunsur Delapan termasuk dalam ketiga kelompok. Ucapan benar, perbuatan benar, dan penghidupan benar—kondisi-kondisi ini termasuk dalam kelompok moralitas. Usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar—kondisi-kondisi ini termasuk dalam kelompok konsentrasi. Pandangan benar dan kehendak benar—kondisi-kondisi ini termasuk dalam kelompok kebijaksanaan.”

Konsentrasi

“Yang Mulia, apakah konsentrasi? Apakah landasan konsentrasi? Apakah perlengkapan konsentrasi? Apakah pengembangan konsentrasi?”

“Keterpusatan pikiran, teman Visākha, adalah konsentrasi; Empat Landasan Perhatian adalah landasan konsentrasi; Empat Usaha Benar adalah perlengkapan konsentrasi; pengulangan, pengembangan, dan pelatihan atas kondisi-kondisi yang sama ini adalah pengembangan konsentrasi di sana.”

Bentukan-Bentukan

“Yang Mulia, ada berapakah bentukan-bentukan itu?”

“Ada tiga bentukan ini, teman Visākha: bentukan jasmani, bentukan ucapan, dan bentukan pikiran.”

“Tetapi, Yang Mulia, apakah bentukan jasmani? apakah bentukan ucapan? apakah bentukan pikiran?”

“Nafas-masuk dan nafas-keluar, teman Visākha, adalah bentukan jasmani; awal pikiran dan kelangsungan pikiran adalah bentukan ucapan; persepsi dan perasaan adalah bentukan pikiran.”

“Tetapi, Yang Mulia, mengapa nafas-masuk dan nafas-keluar adalah bentukan jasmani? Mengapa awal pikiran dan kelangsungan pikiran adalah bentukan ucapan? Mengapa persepsi dan perasaan adalah bentukan pikiran?”

“Teman, Visākha nafas-masuk dan nafas-keluar adalah jasmani, kondisi-kondisi ini terikat dengan jasmani; itulah sebabnya mengapa nafas-masuk dan nafas-keluar adalah bentukan jasmani. Pertama-tama seseorang mulai berpikir dan mempertahankan pikiran, dan selanjutnya ia mengungkapkannya melalui ucapan; itulah sebabnya mengapa awal-pikiran dan kelangsungan pikiran adalah bentukan ucapan. Persepsi dan perasaan adalah pikiran, kondisi-kondisi ini terikat dengan pikiran; itulah sebabnya mengapa persepsi dan perasaan adalah bentukan pikiran.”

Pencapaian Lenyapnya

“Yang Mulia, bagaimanakah pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan terjadi?”

“Teman Visākha, ketika seorang bhikkhu mencapai lenyapnya persepsi dan perasaan, ia tidak berpikir: ‘Aku akan mencapai lenyapnya persepsi dan perasaan,’ atau ‘Aku sedang mencapai lenyapnya persepsi dan perasaan,’ atau ‘Aku telah mencapai lenyapnya persepsi dan perasaan’; melainkan pikirannya telah dikembangkan sebelumnya sedemikian sehingga mengarahkannya pada kondisi tersebut.”

“Yang Mulia, ketika seorang bhikkhu sedang mencapai lenyapnya persepsi dan perasaan, kondisi manakah yang pertama lenyap dalam dirinya: bentukan jasmani, bentukan ucapan, atau bentukan pikiran?”

“Teman Visākha, ketika seorang bhikkhu sedang mencapai lenyapnya persepsi dan perasaan, pertama-tama bentukan ucapan lenyap, kemudian bentukan jasmani, kemudian bentukan pikiran.”

“Yang Mulia, bagaimanakah keluar dari pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan terjadi?”

“Teman Visākha, ketika seorang bhikkhu keluar dari pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan, ia tidak berpikir: ‘Aku akan keluar dari pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan,’ atau ‘Aku sedang keluar dari pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan,’ atau ‘Aku telah keluar dari pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan’; melainkan pikirannya telah dikembangkan sebelumnya sedemikian sehingga mengarahkannya pada kondisi tersebut.”

“Yang Mulia, ketika seorang bhikkhu keluar dari pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan, kondisi manakah yang pertama muncul dalam dirinya: bentukan jasmani, bentukan ucapan, atau bentukan pikiran?”

“Teman Visākha, ketika seorang bhikkhu keluar dari pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan, pertama-tama bentukan pikiran muncul, kemudian bentukan jasmani, kemudian bentukan ucapan.”

“Yang Mulia, ketika seorang bhikkhu telah keluar dari pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan, ada berapakah kontak yang menyentuhnya?”

“Teman Visākha, ketika seorang bhikkhu telah keluar dari pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan, tiga jenis kontak menyentuhnya: kontak kehampaan, kontak tanpa-gambaran, kontak tanpa-keinginan.”

“Yang Mulia, ketika seorang bhikkhu telah keluar dari pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan, kepada apakah pikirannya condong, kepada apakah pikirannya bersandar, kepada apakah pikirannya mengarah?”

“Teman Visākha, ketika seorang bhikkhu telah keluar dari pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan, pikirannya condong kepada keterasingan, bersandar pada keterasingan, mengarah pada keterasingan.”

Perasaan

“Yang Mulia, ada berapakah jenis perasaan?”

“Teman Visākha, ada tiga jenis perasaan: perasaan menyenangkan, perasaan menyakitkan, dan perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan.”

“Tetapi, Yang Mulia, apakah perasaan menyenangkan? apakah perasaan menyakitkan? dan apakah perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan?”

“Teman Visākha, perasaan apapun yang dirasakan secara jasmani atau secara batin yang menyenangkan dan menyejukkan adalah perasaan menyenangkan. Perasaan apapun yang dirasakan secara jasmani atau secara batin yang menyakitkan dan melukai adalah perasaan menyakitkan. Perasaan apapun yang dirasakan secara jasmani atau secara batin yang tidak menyejukkan juga tidak melukai adalah perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan.”

“Yang Mulia, apakah menyenangkan dan apakah menyakitkan sehubungan dengan perasaan menyenangkan? Apakah menyakitkan dan apakah menyenangkan sehubungan dengan perasaan menyakitkan? Apakah menyenangkan dan apakah menyakitkan sehubungan dengan perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan?”

“Teman Visākha, perasaan menyenangkan adalah menyenangkan selama perasaan itu berlangsung dan menyakitkan ketika perasaan itu berubah. Perasaan menyakitkan adalah menyakitkan selama perasaan itu berlangsung dan menyenangkan ketika perasaan itu berubah. Perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan adalah menyenangkan jika ada pengetahuan atas perasaan itu dan menyakitkan jika tidak ada pengetahuan atas perasaan itu.”

Kecenderungan Tersembunyi

“Yang Mulia, kecenderungan tersembunyi apakah yang mendasari perasaan menyenangkan? Kecenderungan tersembunyi apakah yang mendasari perasaan menyakitkan? Kecenderungan tersembunyi apakah yang mendasari perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan?”

“Teman Visākha, kecenderungan tersembunyi pada nafsu mendasari perasaan menyenangkan. Kecenderungan tersembunyi pada penolakan mendasari perasaan menyakitkan. Kecenderungan tersembunyi pada ketidak-tahuan mendasari perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan.”

“Yang Mulia, apakah kecenderungan tersembunyi pada nafsu mendasari semua perasaan menyenangkan? Apakah kecenderungan tersembunyi pada penolakan mendasari semua perasaan menyakitkan? Apakah kecenderungan tersembunyi pada ketidak-tahuan mendasari semua perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan?”

“Teman Visākha, kecenderungan tersembunyi pada nafsu tidak mendasari semua perasaan menyenangkan. Kecenderungan tersembunyi pada penolakan tidak mendasari semua perasaan menyakitkan. Kecenderungan tersembunyi pada ketidak-tahuan tidak mendasari semua perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan.”

“Yang Mulia, apakah yang harus ditinggalkan sehubungan dengan perasaan menyenangkan? apakah yang harus ditinggalkan sehubungan dengan perasaan menyakitkan? apakah yang harus ditinggalkan sehubungan dengan perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan?”

“Teman Visākha, kecenderungan tersembunyi pada nafsu harus ditinggalkan sehubungan dengan perasaan menyenangkan. Kecenderungan tersembunyi pada penolakan harus ditinggalkan sehubungan dengan perasaan menyakitkan. Kecenderungan tersembunyi pada ketidak-tahuan harus ditinggalkan sehubungan dengan perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan.”

“Yang Mulia, apakah kecenderungan tersembunyi pada nafsu harus ditinggalkan sehubungan dengan semua perasaan menyenangkan? Apakah kecenderungan tersembunyi pada penolakan harus ditinggalkan sehubungan dengan semua perasaan menyakitkan? Apakah kecenderungan tersembunyi pada ketidak-tahuan harus ditinggalkan sehubungan dengan semua perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan?”

“Teman Visākha, kecenderungan tersembunyi pada nafsu tidak harus ditinggalkan sehubungan dengan semua perasaan menyenangkan. Kecenderungan tersembunyi pada penolakan tidak harus ditinggalkan sehubungan dengan semua perasaan menyakitkan. Kecenderungan tersembunyi pada ketidak-tahuan tidak harus ditinggalkan sehubungan dengan semua perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan.

“Di sini, teman Visākha, dengan cukup terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna pertama, yang disertai dengan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dengan sukacita dan kenikmatan yang muncul dari keterasingan. Dengan itu ia meninggalkan nafsu, dan kecenderungan tersembunyi pada nafsu tidak mendasari itu.

“Di sini seorang bhikkhu mempertimbangkan sebagai berikut: ‘Kapankah aku harus masuk dan berdiam dalam landasan yang dimasuki dan didiami oleh para mulia sekarang?’ Dalam diri seorang yang memunculkan kerinduan akan kebebasan tertinggi itu, kesedihan muncul bersama kerinduan itu sebagai kondisi. Dengan itu ia meninggalkan penolakan, dan kecenderungan tersembunyi pada penolakan tidak mendasari itu.

“Di sini, dengan meninggalkan kenikmatan dan kesakitan, dan dengan pelenyapan sebelumnya atas kegembiraan dan kesedihan, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat, yang memiliki bukan-kesakitan-juga-bukan-kenikmatan dan kemurnian perhatian karena keseimbangan. Dengan itu ia meninggalkan ketidak-tahuan, dan kecenderungan tersembunyi pada ketidak-tahuan tidak mendasari itu.”

Pasangan

“Yang Mulia, apakah pasangan dari perasaan menyenangkan?”

“Teman Visākha, perasaan menyakitkan adalah pasangan dari perasaan menyenangkan.”

“Apakah pasangan dari perasaan menyakitkan?”

“Perasaan menyenangkan adalah pasangan dari perasaan menyakitkan.”

“Apakah pasangan dari perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan

“Ketidak-tahuan adalah pasangan dari perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan.”

“Apakah pasangan dari ketidak-tahuan?”

“Pengetahuan sejati adalah pasangan dari ketidak-tahuan.”

“Apakah pasangan dari pengetahuan sejati?”

“Kebebasan adalah pasangan dari pengetahuan sejati.”

“Apakah pasangan dari kebebasan?”

“Nibbāna adalah pasangan dari kebebasan.”

“Yang Mulia, apakah pasangan dari Nibbāna?”

“Teman Visākha, engkau melewati batas mengajukan pertanyaan terlalu jauh, engkau tidak mampu menangkap batasan pertanyaan-pertanyaan. Karena kehidupan suci, teman Visākha, berlandaskan pada Nibbāna, memuncak dalam Nibbāna, berakhir dalam Nibbāna. Jika engkau menghendaki, teman Visākha, temuilah Sang Bhagavā dan tanyakan kepada Beliau mengenai makna ini. Sebagaimana Sang Bhagavā menjelaskan kepadamu, demikianlah engkau harus mengingatnya.”

Penutup

Kemudian umat awam Visākha, setelah merasa senang dan gembira mendengar kata-kata Bhikkhunī Dhammadinnā, bangkit dari duduknya, dan setelah bersujud kepadanya, dengan Bhikkhunī Dhammadinnā di sisi kanannya, ia pergi menghadap Sang Bhagavā. Setelah bersujud kepada Beliau, ia duduk di satu sisi dan memberitahu Sang Bhagavā seluruh percakapannya dengan Bhikkhunī Dhammadinnā. Ketika ia selesai berbicara, Sang Bhagavā memberitahunya:

“Bhikkhunī Dhammadinnā adalah seorang bijaksana, Visākha, Bhikkhunī Dhammadinnā memiliki kebijaksanaan luas. Jika engkau menanyakan makna dari hal ini kepadaKu, maka Aku juga akan menjelaskan kepadamu dengan cara yang sama seperti yang telah dijelaskan oleh Bhikkhunī Dhammadinnā. Demikianlah maknanya, dan demikianlah engkau harus mengingatnya.”

Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Umat awam Visākha merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.

  • Middle Discourses 44

The Shorter Classification

So I have heard. At one time the Buddha was staying near Rājagaha, in the Bamboo Grove, the squirrels’ feeding ground.

Then the layman Visākha went to see the nun Dhammadinnā, bowed, sat down to one side, and said to her:

“Ma’am, they speak of this thing called ‘identity’. What is this identity that the Buddha spoke of?”

“Visākha, the Buddha said that these five grasping aggregates are identity. That is: form, feeling, perception, choices, and consciousness. The Buddha said that these five grasping aggregates are identity.”

Saying “Good, ma’am,” Visākha approved and agreed with what Dhammadinnā said. Then he asked another question:

“Ma’am, they speak of this thing called ‘the origin of identity’. What is the origin of identity that the Buddha spoke of?”

“It’s the craving that leads to future rebirth, mixed up with relishing and greed, taking pleasure in various different realms. That is, craving for sensual pleasures, craving to continue existence, and craving to end existence. The Buddha said that this is the origin of identity.”

“Ma’am, they speak of this thing called ‘the cessation of identity’. What is the cessation of identity that the Buddha spoke of?”

“It’s the fading away and cessation of that very same craving with nothing left over; giving it away, letting it go, releasing it, and not adhering to it. The Buddha said that this is the cessation of identity.”

“Ma’am, they speak of the practice that leads to the cessation of identity. What is the practice that leads to the cessation of identity that the Buddha spoke of?”

“The practice that leads to the cessation of identity that the Buddha spoke of is simply this noble eightfold path, that is: right view, right thought, right speech, right action, right livelihood, right effort, right mindfulness, and right immersion.”

“But ma’am, is that grasping the exact same thing as the five grasping aggregates? Or is grasping one thing and the five grasping aggregates another?”

“That grasping is not the exact same thing as the five grasping aggregates. Nor is grasping one thing and the five grasping aggregates another. The desire and greed for the five grasping aggregates is the grasping there.”

“But ma’am, how does identity view come about?”

“It’s when an uneducated ordinary person has not seen the noble ones, and is neither skilled nor trained in the teaching of the noble ones. They’ve not seen good persons, and are neither skilled nor trained in the teaching of the good persons. They regard form as self, self as having form, form in self, or self in form. They regard feeling … perception … choices … consciousness as self, self as having consciousness, consciousness in self, or self in consciousness. That’s how identity view comes about.”

“But ma’am, how does identity view not come about?”

“It’s when an educated noble disciple has seen the noble ones, and is skilled and trained in the teaching of the noble ones. They’ve seen good persons, and are skilled and trained in the teaching of the good persons. They don’t regard form as self, self as having form, form in self, or self in form. They don’t regard feeling … perception … choices … consciousness as self, self as having consciousness, consciousness in self, or self in consciousness. That’s how identity view does not come about.”

“But ma’am, what is the noble eightfold path?”

“It is simply this noble eightfold path, that is: right view, right thought, right speech, right action, right livelihood, right effort, right mindfulness, and right immersion.”

“But ma’am, is the noble eightfold path conditioned or unconditioned?”

“The noble eightfold path is conditioned.”

“Are the three practice categories included in the noble eightfold path? Or is the noble eightfold path included in the three practice categories?”

“The three practice categories are not included in the noble eightfold path. Rather, the noble eightfold path is included in the three practice categories. Right speech, right action, and right livelihood: these things are included in the category of ethics. Right effort, right mindfulness, and right immersion: these things are included in the category of immersion. Right view and right thought: these things are included in the category of wisdom.”

“But ma’am, what is immersion? What things are the foundations of immersion? What things are the prerequisites for immersion? What is the development of immersion?”

“Unification of the mind is immersion. The four kinds of mindfulness meditation are the foundations of immersion. The four right efforts are the prerequisites for immersion. The cultivation, development, and making much of these very same things is the development of immersion.”

“How many processes are there?”

“There are these three processes. Physical, verbal, and mental processes.”

“But ma’am, what is the physical process? What’s the verbal process? What’s the mental process?”

“Breathing is a physical process. Placing the mind and keeping it connected are verbal processes. Perception and feeling are mental processes.”

“But ma’am, why is breathing a physical process? Why are placing the mind and keeping it connected verbal processes? Why are perception and feeling mental processes?”

“Breathing is physical. It’s tied up with the body, that’s why breathing is a physical process. First you place the mind and keep it connected, then you break into speech. That’s why placing the mind and keeping it connected are verbal processes. Perception and feeling are mental. They’re tied up with the mind, that’s why perception and feeling are mental processes.”

“But ma’am, how does someone attain the cessation of perception and feeling?”

“A mendicant who is entering such an attainment does not think: ‘I will enter the cessation of perception and feeling’ or ‘I am entering the cessation of perception and feeling’ or ‘I have entered the cessation of perception and feeling.’ Rather, their mind has been previously developed so as to lead to such a state.”

“But ma’am, which cease first for a mendicant who is entering the cessation of perception and feeling: physical, verbal, or mental processes?”

“Verbal processes cease first, then physical, then mental.”

“But ma’am, how does someone emerge from the cessation of perception and feeling?”

“A mendicant who is emerging from such an attainment does not think: ‘I will emerge from the cessation of perception and feeling’ or ‘I am emerging from the cessation of perception and feeling’ or ‘I have emerged from the cessation of perception and feeling.’ Rather, their mind has been previously developed so as to lead to such a state.”

“But ma’am, which arise first for a mendicant who is emerging from the cessation of perception and feeling: physical, verbal, or mental processes?”

“Mental processes arise first, then physical, then verbal.”

“But ma’am, when a mendicant has emerged from the attainment of the cessation of perception and feeling, how many kinds of contact do they experience?”

“They experience three kinds of contact: emptiness, signless, and undirected contacts.”

“But ma’am, when a mendicant has emerged from the attainment of the cessation of perception and feeling, what does their mind slant, slope, and incline to?”

“Their mind slants, slopes, and inclines to seclusion.”

“But ma’am, how many feelings are there?”

“There are three feelings: pleasant, painful, and neutral feeling.”

“What are these three feelings?”

“Anything felt physically or mentally as pleasant or enjoyable. This is pleasant feeling. Anything felt physically or mentally as painful or unpleasant. This is painful feeling. Anything felt physically or mentally as neither pleasurable nor painful. This is neutral feeling.”

“What is pleasant and what is painful in each of the three feelings?”

“Pleasant feeling is pleasant when it remains and painful when it perishes. Painful feeling is painful when it remains and pleasant when it perishes. Neutral feeling is pleasant when there is knowledge, and painful when there is ignorance.”

“What underlying tendencies underlie each of the three feelings?”

“The underlying tendency for greed underlies pleasant feeling. The underlying tendency for repulsion underlies painful feeling. The underlying tendency for ignorance underlies neutral feeling.”

“Do these underlying tendencies always underlie these feelings?”

“No, they do not.”

“What should be given up in regard to each of these three feelings?”

“The underlying tendency to greed should be given up when it comes to pleasant feeling. The underlying tendency to repulsion should be given up when it comes to painful feeling. The underlying tendency to ignorance should be given up when it comes to neutral feeling.”

“Should these underlying tendencies be given up regarding all instances of these feelings?”

“No, not in all instances. Take a mendicant who, quite secluded from sensual pleasures, secluded from unskillful qualities, enters and remains in the first absorption, which has the rapture and bliss born of seclusion, while placing the mind and keeping it connected. With this they give up greed, and the underlying tendency to greed does not lie within that. And take a mendicant who reflects: ‘Oh, when will I enter and remain in the same dimension that the noble ones enter and remain in today?’ Nursing such a longing for the supreme liberations gives rise to sadness due to longing. With this they give up repulsion, and the underlying tendency to repulsion does not lie within that. Take a mendicant who, giving up pleasure and pain, and ending former happiness and sadness, enters and remains in the fourth absorption, without pleasure or pain, with pure equanimity and mindfulness. With this they give up ignorance, and the underlying tendency to ignorance does not lie within that.”

“But ma’am, what is the counterpart of pleasant feeling?”

“Painful feeling.”

“What is the counterpart of painful feeling?”

“Pleasant feeling.”

“What is the counterpart of neutral feeling?”

“Ignorance.”

“What is the counterpart of ignorance?”

“Knowledge.”

“What is the counterpart of knowledge?”

“Freedom.”

“What is the counterpart of freedom?”

“Extinguishment.”

“What is the counterpart of extinguishment?”

“Your question goes too far, Visākha. You couldn’t figure out the limit of questions. For extinguishment is the culmination, destination, and end of the spiritual life. If you wish, go to the Buddha and ask him this question. You should remember it in line with his answer.”

And then the layman Visākha approved and agreed with what the nun Dhammadinnā said. He got up from his seat, bowed, and respectfully circled her, keeping her on his right. Then he went up to the Buddha, bowed, sat down to one side, and informed the Buddha of all they had discussed.

When he had spoken, the Buddha said to him, “The nun Dhammadinnā is astute, Visākha, she has great wisdom. If you came to me and asked this question, I would answer it in exactly the same way as the nun Dhammadinnā. That is what it means, and that’s how you should remember it.”

That is what the Buddha said. Satisfied, the layman Visākha was happy with what the Buddha said.

Related Articles

bgf

Tantra

Two Truths, October 2014 – Bodh Gaya, India – Part 2 / 二諦 第二集 (宗薩欽哲仁波切)

Two Truths, October 2014 - Bodh Gaya, India - Part 2 / 二諦 第二集 (宗薩欽哲仁波切) by Dzongsar Jamyang Khyentse...

Most Popular

Mahāsuññata Sutta – MN 122

Majjhima Nikāya 122. Mahāsuññata Sutta Khotbah Panjang tentang Kekosongan Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang...

The Jewel Rosary of an Awakening Warrior by Atisha

The Jewel Rosary of an Awakening Warrior Byang-chub-sems-dpa' nor-bu'i phreng-ba Bodhisattvamaniavali Composed by the great Indian pandit...

Tevijja Sutta – DN13

Tevijja Sutta - DN13 Dīgha Nikāya Sīlakkhandhavagga   13. Tiga Pengetahuan Jalan menuju Brahma Demikianlah yang...

Prajnaparamita Sutra Nepal 2017 – Part 6 / 《般若波羅密多心經》 第六集 (宗薩欽哲仁波切)

Prajnaparamita Sutra Nepal 2017 - Part 6 / 《般若波羅密多心經》 第六集 (宗薩欽哲仁波切) by Dzongsar Jamyang Khyentse...

Cara Mengembangkan batin Lebih Lanjut AN4.41

Cara Mengembangkan batin Lebih Lanjut AN4.41 Aṅguttara Nikāya Buku v. Rohitassa 4.41. Cara Mengembangkan batin Lebih Lanjut “Para bhikkhu,...

Pelenyapan Bertahap – Anupubbanirodhasutta AN9.31

Pelenyapan Bertahap - Anupubbanirodhasutta AN9.31 “Para bhikkhu, ada sembilan pelenyapan bertahap ini. Apakah sembilan ini? (1) Bagi seorang...

Mahāsudassana Sutta – DN 17

Dīgha Nikāya Mahāvagga Mahāsudassana Sutta 17. Kemegahan Agung Pelepasan keduniawian seorang raja Demikianlah Yang Kudengar....
bgf