- Majjhima Nikāya
- 137. Saḷāyatanavibhanga Sutta
Penjelasan tentang Enam Landasan
Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Beliau memanggil para bhikkhu sebagai berikut: “Para bhikkhu.”–“Yang Mulia,” mereka menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:
“Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian suatu penjelasan tentang enam landasan. Dengarkan dan perhatikanlah pada apa yang akan Kukatakan.”–“Baik, Yang Mulia,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:
“Enam landasan internal harus dipahami. Enam landasan eksternal harus dipahami. Enam kelompok kesadaran harus dipahami. Enak kelompok kontak harus dipahami. Delapan belas jenis eksplorasi pikiran harus dipahami. Tiga puluh enam posisi makhluk-makhluk harus dipahami. Di sana, dengan bergantung pada ini, tinggalkanlah itu. Ada tiga landasan perhatian yang dilatih oleh Seorang Mulia, yang dengan melatihnya Seorang Mulia itu menjadi seorang guru yang layak untuk memberikan instruksi kepada suatu kelompok. Di antara guru-guru yang memberikan latihan adalah Beliau yang disebut pemimpin yang tiada bandingnya bagi orang-orang yang harus dijinakkan. Ini adalah ringkasan dari penjelasan tentang enam landasan.
“‘Enam landasan internal harus dipahami.’ Demikianlah dikatakan. Dan sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ada landasan-mata, landasan-telinga, landasan-hidung, landasan-lidah, landasan-badan, dan landasan-pikiran. Adalah sehubungan dengan hal ini maka dikatakan: ‘Enam landasan internal harus dipahami.’
“‘Enam landasan eksternal harus dipahami.’ Demikianlah dikatakan. Dan sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ada landasan-bentuk, landasan-suara, landasan-bau, landasan-rasa kecapan, landasan-objek sentuhan, dan landasan-objek pikiran. Adalah sehubungan dengan hal ini maka dikatakan: ‘Enam landasan eksternal harus dipahami.’
“‘Enam kelompok kesadaran harus dipahami.’ Demikianlah dikatakan. Dan sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ada kesadaran-mata, kesadaran-telinga, kesadaran-hidung, kesadaran-lidah, kesadaran-badan, dan kesadaran-pikiran. Adalah sehubungan dengan hal ini maka dikatakan: ‘Enam kelompok kesadaran harus dipahami.’
“‘Enam kelompok kontak harus dipahami.’ Demikianlah dikatakan. Dan sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ada kontak-mata, kontak-telinga, kontak-hidung, kontak-lidah, kontak-badan, dan kontak-pikiran. Adalah sehubungan dengan hal ini maka dikatakan: ‘Enam kelompok kontak harus dipahami.’
“‘Delapan belas jenis eksplorasi pikiran harus dipahami.’ Demikianlah dikatakan. Dan sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan?
“Ketika melihat suatu bentuk dengan mata, seseorang mengeksplorasi bentuk yang menghasilkan kegembiraan, ia mengeksplorasi bentuk yang menghasilkan kesedihan, ia mengeksplorasi bentuk yang menghasilkan keseimbangan. Ketika mendengar suatu suara dengan telinga … Ketika mencium suatu bau dengan hidung … Ketika mengecap suatu rasa kecapan dengan lidah … Ketika menyentuh suatu objek-sentuhan dengan badan … Ketika mengenali suatu objek-pikiran dengan pikiran, seseorang mengeksplorasi objek-pikiran yang menghasilkan kegembiraan, ia mengeksplorasi objek-pikiran yang menghasilkan kesedihan, ia mengeksplorasi objek-pikiran yang menghasilkan keseimbangan. Demikianlah ada enam jenis eksplorasi dengan kegembiraan, enam jenis eksplorasi dengan kesedihan, dan enam jenis eksplorasi dengan keseimbangan. Adalah sehubungan dengan hal ini maka dikatakan: ‘Delapan belas jenis eksplorasi pikiran harus dipahami.’
“‘Tiga puluh enam posisi makhluk-makhluk harus dipahami.’ Demikianlah dikatakan. Dan sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ada enam jenis kegembiraan yang berdasarkan pada kehidupan rumah tangga dan enam jenis kegembiraan yang berdasarkan pada pelepasan keduniawian. Ada enam jenis kesedihan yang berdasarkan pada kehidupan rumah tangga dan enam jenis kesedihan yang berdasarkan pada pelepasan keduniawian. Ada enam jenis keseimbangan yang berdasarkan pada kehidupan rumah tangga dan enam jenis keseimbangan yang berdasarkan pada pelepasan keduniawian.
“Di sini, apakah enam jenis kegembiraan yang berdasarkan pada kehidupan rumah tangga? Ketika seseorang menganggap sebagai keuntungan atas suatu perolehan akan bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan, memuaskan, dan berhubungan dengan keduniawian–atau ketika ia ingat apa yang sebelumnya telah diperoleh yang telah berlalu, telah lenyap, dan telah berubah–kegembiraan muncul. Kegembiraan demikian disebut kegembiraan yang berdasarkan pada kehidupan rumah tangga.
“Ketika seseorang menganggap sebagai keuntungan atas suatu perolehan akan suara-suara yang dikenali oleh telinga … perolehan akan bau-bauan yang dikenali oleh hidung … perolehan akan rasa kecapan yang dikenali oleh lidah … perolehan akan objek-objek sentuhan yang dikenali oleh badan … perolehan akan objek-objek pikiran yang dikenali oleh pikiran yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan, memuaskan, dan berhubungan dengan keduniawian–atau ketika ia ingat apa yang sebelumnya telah diperoleh yang telah berlalu, telah lenyap, dan telah berubah–maka kegembiraan muncul. Kegembiraan demikian disebut kegembiraan yang berdasarkan pada kehidupan rumah tangga. Ini adalah enam jenis kegembiraan yang berdasarkan pada kehidupan rumah tangga.
“Di sini, apakah enam jenis kegembiraan yang berdasarkan pada pelepasan keduniawian? Ketika, dengan mengetahui ketidak-kekalan, perubahan, peluruhan, dan lenyapnya bentuk-bentuk, seseorang melihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar bahwa bentuk-bentuk baik yang sebelumnya maupun yang sekarang adalah tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan, maka kegembiraan muncul. Kegembiraan demikian adalah kegembiraan yang berdasarkan pada pelepasan keduniawian.
“Ketika, dengan mengetahui ketidak-kekalan, perubahan, peluruhan, dan lenyapnya suara-suara … bau-bauan … rasa kecapan … objek-objek sentuhan … objek-objek pikiran, seseorang melihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar bahwa objek-objek pikiran baik yang sebelumnya maupun yang sekarang adalah tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan, maka kegembiraan muncul. Kegembiraan demikian adalah kegembiraan yang berdasarkan pada pelepasan keduniawian.
“Di sini, apakah enam jenis kesedihan yang berdasarkan pada kehidupan rumah tangga? Ketika seseorang menganggap sebagai bukan keuntungan atas suatu bukan perolehan akan bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan, memuaskan, dan berhubungan dengan keduniawian–atau ketika ia ingat apa yang sebelumnya tidak diperoleh yang telah berlalu, telah lenyap, dan telah berubah–maka kesedihan muncul. Kesedihan demikian disebut kesedihan yang berdasarkan pada kehidupan rumah tangga.
“Ketika seseorang menganggap sebagai bukan keuntungan atas suatu bukan perolehan akan suara-suara yang dikenali oleh telinga … bukan perolehan akan bau-bauan yang dikenali oleh hidung … bukan perolehan akan rasa kecapan yang dikenali oleh lidah … bukan perolehan akan objek-objek sentuhan yang dikenali oleh badan … bukan perolehan akan objek-objek pikiran yang dikenali oleh pikiran yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan, memuaskan, dan berhubungan dengan keduniawian–atau ketika ia ingat apa yang sebelumnya tidak diperoleh yang telah berlalu, telah lenyap, dan telah berubah–maka kesedihan muncul. Kesedihan demikian disebut kesedihan yang berdasarkan pada kehidupan rumah tangga. Ini adalah enam jenis kesedihan yang berdasarkan pada kehidupan rumah tangga.
“Di sini, apakah enam jenis kesedihan yang berdasarkan pada pelepasan keduniawian? Ketika, dengan mengetahui ketidak-kekalan, perubahan, peluruhan, dan lenyapnya bentuk-bentuk, seseorang melihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar bahwa bentuk-bentuk baik yang sebelumnya maupun yang sekarang adalah tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan, ia memunculkan kerinduan akan kebebasan tertinggi sebagai berikut: ‘Kapankah aku dapat masuk dan berdiam dalam landasan yang saat ini telah dimasuki dan didiami oleh para mulia?’ Pada seseorang yang memunculkan kerinduan akan kebebasan tertinggi demikian, muncul kesedihan dengan kerinduan itu sebagai kondisi. Kesedihan demikian disebut kesedihan yang berdasarkan pada pelepasan keduniawian.
“Ketika, dengan mengetahui ketidak-kekalan, perubahan, peluruhan, dan lenyapnya suara-suara … bau-bauan … rasa kecapan … objek-objek sentuhan … objek-objek pikiran, seseorang melihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar bahwa objek-objek pikiran baik yang sebelumnya maupun yang sekarang adalah tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan, ia memunculkan kerinduan akan kebebasan tertinggi sebagai berikut: ‘Kapankah aku dapat masuk dan berdiam dalam landasan yang saat ini telah dimasuki dan didiami oleh para mulia?’ Pada seseorang yang memunculkan kerinduan akan kebebasan tertinggi demikian, muncul kesedihan dengan kerinduan itu sebagai kondisi. Kesedihan demikian disebut kesedihan yang berdasarkan pada pelepasan keduniawian. Ini adalah enam jenis kesedihan yang berdasarkan pada pelepasan keduniawian.
“Di sini, apakah enam jenis keseimbangan yang berdasarkan pada kehidupan rumah tangga? Ketika melihat suatu bentuk dengan mata, keseimbangan muncul pada seseorang biasa dungu yang tergila-gila, pada seorang biasa yang tidak terpelajar yang belum menaklukkan keterbatasannya dan belum menaklukkan akibat perbuatan dan yang buta akan bahaya. Keseimbangan seperti ini tidak melampaui bentuk; itulah sebabnya mengapa disebut keseimbangan yang berdasarkan pada kehidupan rumah tangga.
“Ketika mendengar suatu suara dengan telinga … Ketika mencium suatu bau dengan hidung … Ketika mengecap suatu rasa kecapan dengan lidah … Ketika menyentuh suatu objek-sentuhan dengan badan … Ketika mengenali suatu objek-pikiran dengan pikiran, keseimbangan muncul pada seseorang biasa dungu yang tergila-gila, pada seorang biasa yang tidak terpelajar yang belum menaklukkan keterbatasannya dan belum menaklukkan akibat perbuatan dan yang buta akan bahaya. Kesimbangan seperti ini tidak melampaui objek-pikiran; itulah sebabnya mengapa disebut keseimbangan yang berdasarkan pada kehidupan rumah tangga. Ini adalah enam jenis keseimbangan yang berdasarkan pada kehidupan rumah tangga.
“Di sini, apakah enam jenis keseimbangan yang berdasarkan pada pelepasan keduniawian? Ketika, dengan mengetahui ketidak-kekalan, perubahan, peluruhan, dan lenyapnya bentuk-bentuk, seseorang melihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar bahwa bentuk-bentuk baik yang sebelumnya maupun yang sekarang adalah tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan, keseimbangan muncul. Keseimbangan ini melampaui bentuk; itulah sebabnya mengapa disebut keseimbangan yang berdasarkan pada pelepasan keduniawian.
“Ketika, dengan mengetahui ketidak-kekalan, perubahan, peluruhan, dan lenyapnya suara-suara … bau-bauan … rasa kecapan … objek-objek sentuhan … objek-objek pikiran, seseorang melihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar bahwa objek-objek pikiran baik yang sebelumnya maupun yang sekarang adalah tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan, keseimbangan muncul. Keseimbangan ini melampaui objek pikiran; itulah sebabnya mengapa disebut keseimbangan yang berdasarkan pada pelepasan keduniawian. Ini adalah enam jenis keseimbangan yang berdasarkan pada pelepasan keduniawian.
Adalah sehubungan dengan hal ini maka dikatakan: ‘Tiga puluh enam posisi makhluk-makhluk harus dipahami.’
“‘Di sana, dengan bergantung pada ini, tinggalkanlah itu.’ Demikianlah dikatakan. Dan sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan?
“Di sini, Para bhikkhu, dengan bergantung dan mengandalkan keenam jenis kegembiraan yang berdasarkan pada pelepasan keduniawian, tinggalkan dan lampauilah keenam jenis kegembiraan yang berdasarkan pada kehidupan rumah tangga. Adalah demikian kegembiraan-kegembiraan itu ditinggalkan; Adalah demikian kegembiraan-kegembiraan itu dilampaui. Dengan bergantung dan mengandalkan keenam jenis kesedihan yang berdasarkan pada pelepasan keduniawian, tinggalkan dan lampauilah keenam jenis kesedihan yang berdasarkan pada kehidupan rumah tangga. Adalah demikian kesedihan-kesedihan itu ditinggalkan; Adalah demikian kesedihan-kesedihan itu dilampaui. Dengan bergantung dan mengandalkan keenam jenis keseimbangan yang berdasarkan pada pelepasan keduniawian, tinggalkan dan lampauilah keenam jenis keseimbangan yang berdasarkan pada kehidupan rumah tangga. Adalah demikian keseimbangan-keseimbangan itu ditinggalkan; Adalah demikian keseimbangan-keseimbangan itu dilampaui.
“Dengan bergantung dan mengandalkan keenam jenis kegembiraan yang berdasarkan pada pelepasan keduniawian, tinggalkan dan lampauilah keenam jenis kesedihan yang berdasarkan pada pelepasan keduniawian. Adalah demikian kesedihan-kesedihan itu ditinggalkan; Adalah demikian kesedihan-kesedihan itu dilampaui. Dengan bergantung dan mengandalkan keenam jenis keseimbangan yang berdasarkan pada pelepasan keduniawian, tinggalkan dan lampauilah keenam jenis kegembiraan yang berdasarkan pada pelepasan keduniawian. Adalah demikian kegembiraan-kegembiraan itu ditinggalkan; Adalah demikian kegembiraan-kegembiraan itu dilampaui.
“Ada, Para bhikkhu, keseimbangan yang beraneka-ragam, berdasarkan pada keberagaman; dan ada keseimbangan yang terpusat, berdasarkan pada kesatuan.
“Dan apakah, para bhikkhu, keseimbangan yang beraneka-ragam, berdasarkan pada keberagaman? Ada keseimbangan sehubungan dengan bentuk-bentuk, suara-suara, bau-bauan, rasa kecapan, dan objek-objek sentuhan. Ini, Para bhikkhu, adalah keseimbangan yang beraneka-ragam, berdasarkan pada keberagaman.
“Dan apakah, Para bhikkhu, keseimbangan yang terpusat, berdasarkan pada kesatuan? Ada keseimbangan sehubungan dengan landasan ruang tanpa batas, landasan kesadaran tanpa batas, landasan kekosongan, dan landasan bukan-persepsi juga bukan bukan-persepsi. Ini, para bhikkhu, adalah keseimbangan yang terpusat, berdasarkan pada kesatuan.
“Di sini, Para bhikkhu, dengan bergantung dan mengandalkan keseimbangan yang terpusat, berdasarkan pada kesatuan, tinggalkan dan lampauilah keseimbangan yang beraneka-ragam, berdasarkan pada keberagaman. Demikianlah ini ditinggalkan; demikianlah ini dilampaui.
“Para bhikkhu, dengan bergantung dan mengandalkan ketiadaan-identifikasi, tinggalkan dan lampauilah keseimbangan yang terpusat, berdasarkan pada kesatuan. Demikianlah ini ditinggalkan; demikianlah ini dilampaui.
“Adalah sehubungan dengan hal ini maka dikatakan: ‘Di sana, dengan bergantung pada ini, tinggalkanlah itu.’
“‘Ada tiga landasan perhatian yang dilatih oleh Seorang Mulia, yang dengan melatihnya Seorang Mulia itu menjadi seorang guru yang layak untuk memberikan instruksi kepada suatu kelompok.’ Demikianlah dikatakan. Dan sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan?
“Di sini, Para bhikkhu, dengan berbelas kasih dan mengusahakan kesejahteraan mereka, Sang Guru mengajarkan Dhamma kepada para siswa demi belas kasih: ‘Ini adalah demi kesejahteraan kalian; ini adalah demi kebahagiaan kalian.’ Beberapa dari para siswaNya tidak mau mendengarkan atau mengerahkan pikiran untuk memahami; mereka tersesat dan berbelok dari Pengajaran Sang Guru. Karena itu Sang Tathāgata tidak puas dan merasakan ketidak-puasan; namun Beliau tidak-tergerak, penuh perhatian, dan penuh kewaspadaan. Ini, para bhikkhu, disebut landasan perhatian pertama yang dilatih oleh Seorang Mulia, yang dengan melatihnya Yang Mulia itu adalah guru yang layak untuk memberikan instruksi kepada suatu kelompok.
“Lebih lanjut, Para bhikkhu, dengan berbelas kasih dan mengusahakan kesejahteraan mereka, Sang Guru mengajarkan Dhamma kepada para siswa demi belas kasih: ‘Ini adalah demi kesejahteraan kalian; ini adalah demi kebahagiaan kalian.’ Beberapa dari para siswaNya tidak mau mendengarkan atau mengerahkan pikiran untuk memahami; mereka tersesat dan berbelok dari Pengajaran Sang Guru. Beberapa dari para siswaNya mau mendengarkan dan mengerahkan pikiran untuk memahami; mereka tidak tersesat dan tidak berbelok dari Pengajaran Sang Guru. Karena itu Sang Tathāgata tidak puas dan tidak merasakan kepuasan, dan Beliau tidak kecewa dan tidak merasakan kekecewaan; dengan senantiasa bebas dari kepuasan dan kekecewaan, Beliau berdiam dalam keseimbangan, penuh perhatian, dan penuh kewaspadaan. Ini, para bhikkhu, disebut landasan perhatian ke dua yang dilatih oleh Seorang Mulia, yang dengan melatihnya Yang Mulia itu adalah guru yang layak untuk memberikan instruksi kepada suatu kelompok.
“Lebih lanjut, Para bhikkhu, dengan berbelas kasih dan mengusahakan kesejahteraan mereka, Sang Guru mengajarkan Dhamma kepada para siswa demi belas kasih: ‘Ini adalah demi kesejahteraan kalian; ini adalah demi kebahagiaan kalian.’ Para siswaNya mendengarkan dan mengerahkan pikiran untuk memahami; mereka tidak tersesat dan tidak berbelok dari Pengajaran Sang Guru. Dengan itu Sang Tathāgata puas dan merasakan kepuasan; namun Beliau tidak-tergerak, penuh perhatian, dan penuh kewaspadaan. Ini, para bhikkhu, disebut landasan perhatian ke tiga yang dilatih oleh Seorang Mulia, yang dengan melatihnya Yang Mulia itu adalah guru yang layak untuk memberikan instruksi kepada suatu kelompok.
“Adalah sehubungan dengan hal ini maka dikatakan: ‘Ada tiga landasan perhatian yang dilatih oleh Seorang Mulia, yang dengan melatihnya Seorang Mulia itu menjadi seorang guru yang layak untuk memberikan instruksi kepada suatu kelompok.’
“‘Di antara guru-guru yang memberikan latihan adalah Beliau yang disebut pemimpin yang tiada bandingnya bagi orang-orang yang harus dijinakkan.’ Demikianlah dikatakan. Dan sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan?
“Dengan dituntun oleh penjinak gajah, Para bhikkhu, gajah yang akan dijinakkan berjalan ke satu arah–timur, barat, utara, atau selatan. Dengan dituntun oleh penjinak kuda, Para bhikkhu, kuda yang akan dijinakkan berjalan ke satu arah–timur, barat, utara, atau selatan. Dengan dituntun oleh penjinak sapi, Para bhikkhu, sapi yang akan dijinakkan berjalan ke satu arah–timur, barat, utara, atau selatan.
“Para bhikkhu, dengan dituntun oleh Sang Tathāgata, yang sempurna dan tercerahkan sempurna, orang yang akan dijinakkan berjalan ke delapan arah.
“Dengan memiliki bentuk materi, ia melihat bentuk-bentuk: ini adalah arah pertama. Tanpa melihat bentuk-bentuk secara internal, ia melihat bentuk-bentuk secara eksternal: ini adalah arah ke dua. Ia bertekad hanya pada yang indah: ini adalah arah ke tiga. Dengan sepenuhnya melampaui persepsi bentuk, dengan lenyapnya persepsi kontak indria, dengan tanpa-perhatian pada persepsi keberagaman, menyadari bahwa ‘ruang adalah tanpa batas,’ ia masuk dan berdiam dalam landasan ruang tanpa batas: ini adalah arah ke empat. Dengan sepenuhnya melampaui landasan ruang tanpa batas, menyadari bahwa ‘kesadaran adalah tanpa batas,’ ia masuk dan berdiam dalam landasan kesadaran tanpa batas: ini adalah arah ke lima. Dengan sepenuhnya melampaui landasan kesadaran tanpa batas, menyadari bahwa ‘tidak ada apa-apa,’ ia masuk dan berdiam dalam landasan kekosongan: ini adalah arah ke enam. Dengan sepenuhnya melampaui landasan kekosongan, ia masuk dan berdiam dalam landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi: ini adalah arah ke tujuh. Dengan sepenuhnya melampaui landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi, ia masuk dan berdiam dalam lenyapnya persepsi dan perasaan: ini adalah arah ke delapan.
“Para bhikkhu, dengan dituntun oleh Sang Tathāgata, yang sempurna dan tercerahkan sempurna, orang yang akan dijinakkan berjalan ke delapan arah.
“Adalah sehubungan dengan hal ini maka dikatakan: ‘Di antara guru-guru yang memberikan latihan adalah Beliau yang disebut pemimpin yang tiada bandingnya bagi orang-orang yang harus dijinakkan.’”
Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Para bhikkhu merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.
- Middle Discourses 137
The Analysis of the Six Sense Fields
So I have heard. At one time the Buddha was staying near Sāvatthī in Jeta’s Grove, Anāthapiṇḍika’s monastery. There the Buddha addressed the mendicants, “Mendicants!”
“Venerable sir,” they replied. The Buddha said this:
“Mendicants, I shall teach you the analysis of the six sense fields. Listen and pay close attention, I will speak.”
“Yes, sir,” they replied. The Buddha said this:
“‘The six interior sense fields should be understood. The six exterior sense fields should be understood. The six classes of consciousness should be understood. The six classes of contact should be understood. The eighteen mental preoccupations should be understood. The thirty-six positions of sentient beings should be understood. Therein, relying on this, give up that. The Noble One cultivates the establishment of mindfulness in three cases, by virtue of which they are a Teacher worthy to instruct a group. Of all meditation teachers, it is he that is called the supreme guide for those who wish to train.’ This is the recitation passage for the analysis of the six sense fields.
‘The six interior sense fields should be understood.’ That’s what I said, but why did I say it? There are the sense fields of the eye, ear, nose, tongue, body, and mind. ‘The six interior sense fields should be understood.’ That’s what I said, and this is why I said it.
‘The six exterior sense fields should be understood.’ That’s what I said, but why did I say it? There are the sense fields of sights, sounds, smells, tastes, touches, and thoughts. ‘The six exterior sense fields should be understood.’ That’s what I said, and this is why I said it.
‘The six classes of consciousness should be understood.’ That’s what I said, but why did I say it? There are eye, ear, nose, tongue, body, and mind consciousness. ‘The six classes of consciousness should be understood.’ That’s what I said, and this is why I said it.
‘The six classes of contact should be understood.’ That’s what I said, but why did I say it? There is contact through the eye, ear, nose, tongue, body, and mind. ‘The six classes of contact should be understood.’ That’s what I said, and this is why I said it.
‘The eighteen mental preoccupations should be understood.’ That’s what I said, but why did I say it? Seeing a sight with the eye, one is preoccupied with a sight that’s a basis for happiness or sadness or equanimity. Hearing a sound with the ear … Smelling an odor with the nose … Tasting a flavor with the tongue …
Feeling a touch with the body … Becoming conscious of a thought with the mind, one is preoccupied with a thought that’s a basis for happiness or sadness or equanimity. So there are six preoccupations with happiness, six preoccupations with sadness, and six preoccupations with equanimity. ‘The eighteen mental preoccupations should be understood.’ That’s what I said, and this is why I said it.
‘The thirty-six positions of sentient beings should be understood.’ That’s what I said, but why did I say it? There are six kinds of lay happiness and six kinds of renunciate happiness. There are six kinds of lay sadness and six kinds of renunciate sadness. There are six kinds of lay equanimity and six kinds of renunciate equanimity.
And in this context what are the six kinds of lay happiness? There are sights known by the eye that are likable, desirable, agreeable, pleasing, connected with the world’s material delights. Happiness arises when you regard it as a gain to obtain such sights, or when you recollect sights you formerly obtained that have passed, ceased, and perished. Such happiness is called lay happiness. There are sounds known by the ear … Smells known by the nose … Tastes known by the tongue … Touches known by the body … Thoughts known by the mind that are likable, desirable, agreeable, pleasing, connected with the world’s material delights. Happiness arises when you regard it as a gain to obtain such thoughts, or when you recollect thoughts you formerly obtained that have passed, ceased, and perished. Such happiness is called lay happiness. These are the six kinds of lay happiness.
And in this context what are the six kinds of renunciate happiness? When you’ve understood the impermanence of sights—their perishing, fading away, and cessation—happiness arises as you truly understand through right understanding that both formerly and now all those sights are impermanent, suffering, and perishable. Such happiness is called renunciate happiness. When you’ve understood the impermanence of sounds … smells … tastes … touches … thoughts—their perishing, fading away, and cessation—happiness arises as you truly understand through right understanding that both formerly and now all those thoughts are impermanent, suffering, and perishable. Such happiness is called renunciate happiness. These are the six kinds of renunciate happiness.
And in this context what are the six kinds of lay sadness? There are sights known by the eye that are likable, desirable, agreeable, pleasing, connected with the world’s material delights. Sadness arises when you regard it as a loss to lose such sights, or when you recollect sights you formerly lost that have passed, ceased, and perished. Such sadness is called lay sadness. There are sounds known by the ear … There are smells known by the nose … There are tastes known by the tongue … There are touches known by the body … There are thoughts known by the mind that are likable, desirable, agreeable, pleasing, connected with the world’s material delights. Sadness arises when you regard it as a loss to lose such thoughts, or when you recollect thoughts you formerly lost that have passed, ceased, and perished. Such sadness is called lay sadness. These are the six kinds of lay sadness.
And in this context what are the six kinds of renunciate sadness? When you’ve understood the impermanence of sights—their perishing, fading away, and cessation—you truly understand through right understanding that both formerly and now all those sights are impermanent, suffering, and perishable. Upon seeing this, you give rise to yearning for the supreme liberations: ‘Oh, when will I enter and remain in the same dimension that the noble ones enter and remain in today?’ When you give rise to yearning for the supreme liberations like this, sadness arises because of the yearning. Such sadness is called renunciate sadness. When you’ve understood the impermanence of sounds … smells … tastes … touches … thoughts—their perishing, fading away, and cessation—you truly understand through right understanding that both formerly and now all those thoughts are impermanent, suffering, and perishable. Upon seeing this, you give rise to yearning for the supreme liberations: ‘Oh, when will I enter and remain in the same dimension that the noble ones enter and remain in today?’ When you give rise to yearning for the supreme liberations like this, sadness arises because of the yearning. Such sadness is called renunciate sadness. These are the six kinds of renunciate sadness.
And in this context what are the six kinds of lay equanimity? When seeing a sight with the eye, equanimity arises for the uneducated ordinary person—a foolish ordinary person who has not overcome their limitations and the results of deeds, and is blind to the drawbacks. Such equanimity does not transcend the sight. That’s why it’s called lay equanimity. When hearing a sound with the ear … When smelling an odor with the nose … When tasting a flavor with the tongue … When feeling a touch with the body … When knowing a thought with the mind, equanimity arises for the uneducated ordinary person—a foolish ordinary person who has not overcome their limitations and the results of deeds, and is blind to the drawbacks. Such equanimity does not transcend the thought. That’s why it’s called lay equanimity. These are the six kinds of lay equanimity.
And in this context what are the six kinds of renunciate equanimity? When you’ve understood the impermanence of sights—their perishing, fading away, and cessation—equanimity arises as you truly understand through right understanding that both formerly and now all those sights are impermanent, suffering, and perishable. Such equanimity transcends the sight. That’s why it’s called renunciate equanimity. When you’ve understood the impermanence of sounds … smells … tastes … touches … thoughts—their perishing, fading away, and cessation—equanimity arises as you truly understand through right understanding that both formerly and now all those thoughts are impermanent, suffering, and perishable. Such equanimity transcends the thought. That’s why it’s called renunciate equanimity. These are the six kinds of renunciate equanimity. ‘The thirty-six positions of sentient beings should be understood.’ That’s what I said, and this is why I said it.
‘Therein, relying on this, give up that.’ That’s what I said, but why did I say it?
Therein, by relying and depending on the six kinds of renunciate happiness, give up and go beyond the six kinds of lay happiness. That’s how they are given up.
Therein, by relying on the six kinds of renunciate sadness, give up the six kinds of lay sadness. That’s how they are given up.
Therein, by relying on the six kinds of renunciate equanimity, give up the six kinds of lay equanimity. That’s how they are given up.
Therein, by relying on the six kinds of renunciate happiness, give up the six kinds of renunciate sadness. That’s how they are given up.
Therein, by relying on the six kinds of renunciate equanimity, give up the six kinds of renunciate happiness. That’s how they are given up.
There is equanimity that is diversified, based on diversity, and equanimity that is unified, based on unity.
And what is equanimity based on diversity? There is equanimity towards sights, sounds, smells, tastes, and touches. This is equanimity based on diversity.
And what is equanimity based on unity? There is equanimity based on the dimensions of infinite space, infinite consciousness, nothingness, and neither perception nor non-perception. This is equanimity based on unity.
Therein, relying on equanimity based on unity, give up equanimity based on diversity. That’s how it is given up.
Relying on non-identification, give up equanimity based on unity. That’s how it is given up. ‘Therein, relying on this, give up that.’ That’s what I said, and this is why I said it.
‘The Noble One cultivates the establishment of mindfulness in three cases, by virtue of which they are a Teacher worthy to instruct a group.’ That’s what I said, but why did I say it?
The first case is when the Teacher teaches the Dhamma out of kindness and compassion: ‘This is for your welfare. This is for your happiness.’ But their disciples don’t want to listen. They don’t pay attention or apply their minds to understand. They proceed having turned away from the Teacher’s instruction. In this case the Realized One is not displeased, he does not feel displeasure. He remains unaffected, mindful and aware. This is the first case in which the Noble One cultivates the establishment of mindfulness.
The next case is when the Teacher teaches the Dhamma out of kindness and compassion: ‘This is for your welfare. This is for your happiness.’ And some of their disciples don’t want to listen. They don’t pay attention or apply their minds to understand. They proceed having turned away from the Teacher’s instruction. But some of their disciples do want to listen. They pay attention and apply their minds to understand. They don’t proceed having turned away from the Teacher’s instruction. In this case the Realized One is not displeased, nor is he pleased. Rejecting both displeasure and pleasure, he remains equanimous, mindful and aware. This is the second case in which the Noble One cultivates the establishment of mindfulness.
The next case is when the Teacher teaches the Dhamma out of kindness and compassion: ‘This is for your welfare. This is for your happiness.’ And their disciples want to listen. They pay attention and apply their minds to understand. They don’t proceed having turned away from the Teacher’s instruction. In this case the Realized One is not pleased, he does not feel pleasure. He remains unaffected, mindful and aware. This is the third case in which the Noble One cultivates the establishment of mindfulness. ‘The Noble One cultivates the establishment of mindfulness in three cases, by virtue of which they are a Teacher worthy to instruct a group.’ That’s what I said, and this is why I said it.
‘Of all meditation teachers, it is he that is called the supreme guide for those who wish to train.’ That’s what I said, but why did I say it? Driven by an elephant trainer, an elephant in training proceeds in just one direction: east, west, north, or south.
Driven by a horse trainer, a horse in training proceeds in just one direction: east, west, north, or south. Driven by an ox trainer, an ox in training proceeds in just one direction: east, west, north, or south. But driven by the Realized One, the perfected one, the fully awakened Buddha, a person in training proceeds in eight directions:
Having physical form, they see visions. This is the first direction. Not perceiving physical form internally, they see visions externally. This is the second direction. They’re focused only on beauty. This is the third direction. Going totally beyond perceptions of form, with the ending of perceptions of impingement, not focusing on perceptions of diversity, aware that ‘space is infinite’, they enter and remain in the dimension of infinite space. This is the fourth direction. Going totally beyond the dimension of infinite space, aware that ‘consciousness is infinite’, they enter and remain in the dimension of infinite consciousness. This is the fifth direction. Going totally beyond the dimension of infinite consciousness, aware that ‘there is nothing at all’, they enter and remain in the dimension of nothingness. This is the sixth direction. Going totally beyond the dimension of nothingness, they enter and remain in the dimension of neither perception nor non-perception. This is the seventh direction. Going totally beyond the dimension of neither perception nor non-perception, they enter and remain in the cessation of perception and feeling. This is the eighth direction. Driven by the Realized One, the perfected one, the fully awakened Buddha, a person in training proceeds in these eight directions.
‘Of all meditation teachers, it is he that is called the supreme guide for those who wish to train.’ That’s what I said, and this is why I said it.”
That is what the Buddha said. Satisfied, the mendicants were happy with what the Buddha said.